JAKARTA— Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya di Cilegon, Banten dinilai bukan penyebab buruknya udara Jakarta menyusul masih tingginya indeks pencemaran udara di Jakarta meski beberapa pembangkit sudah dalam posisi shutdown (mati). Hal ini membuktikan bahwa bukan PLTU Suralaya seperti apa yang dituduhkan.
“Saya pikir solusinya harus holistik,” ujar Lisman Manurung, pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia.
Hal tersebut juga diperkuat dari sumber data kualitas udara Jakarta. Menurut IQAir, catatan data polusi udara Jakarta tidak mengalami perubahan yang signifikan, bahkan cenderung semakin memburuk sejak 29 Agustus, padahal saat itu 4 unit PLTU Suralaya sudah pada kondisi shutdown.
Lisman mengatakan perubahan iklim terjadi oleh ulah manusia (antropogenik) dan bukan peristiwa alami. “Ulah manusia dan masih bisa diperbaiki dengan beberapa langkah terpadu dan menyeluruh.
Pola mobilisasi dan aktivitas masyarakat di Jakarta juga perlu diubah melalui regulasi untuk meningkatkan jumlah pejalan kaki hingga kebijakan work from home (WFH) oleh pelaku usaha di ibu kota.
Masih menurut pantauan IQAir, terpantau pada Senin, 4 September 2023, pada saat diberlakukan rekayasa lalu lintas dan penerapan WFH untuk ASN, udara Jakarta mengalami perbaikan kualitas di beberapa titik.
Lisman menegaskan saat ini mayoritas emisi gas karbon di ibu kota berasal dari kendaraan pribadi, termasuk mobil dan sepeda motor. Porsinya bahkan mencapai 90% dari keseluruhan polutan yang ada di Jakarta saat ini.
Dia mencontohkan, di Jakarta saja terdaftar 16,2 juta sepeda motor. Pada 20 unit sepeda motor melepas gas karbon setara 1 unit transportasi umum seperti TransJakarta. Padahal dengan 20 unit sepeda motor penggunanya hanya 20 sampai dengan 30 orang.
Adapun TransJakarta bisa ditumpangi 80 sampai dengan 100 orang. Menurutnya, penggunaan transportasi umum tersebut seharusnya mampu mengurangi polusi udara. Tetap penyumbang emisi ada pada sektor transportasi dengan angka 44% polutan.
“Selanjutnya, peralihan ke kendaraan listrik di Indonesia sepertinya berlangsung secara lamban. Bandingkan dengan Paris di mana insentif penggunaan kendaraan listrik dengan kredit tanpa bunga untuk mahasiswa sudah dilakukan sejak 15 tahun lalu,” ujarnya.
Tak hanya beralih ke kendaraan listrik, Lisman juga menggarisbawahi pentingnya peran moda transportasi publik dalam menekan polusi udara. “Armada harus bergerak sepanjang hari agar kebutuhan transportasi masyarakat dapat terpenuhi tanpa menunggu lama,” katanya.
Lisman juga mengimbau adanya pemulihan sistem pengaturan ride hailing seperti sediakala, sehingga jasa angkutan online, baik mobil maupun motor kembali menjadi industri yang dinamis, di mana frekuensi penggunaan mobil dan sepeda motor mitra driver bisa dinaikkan signifikan.
“Saat ini jutaan sepeda motor hanya digunakan 3 jam per hari. Bandingkan dengan ojek online yang bisa meningkatkan jam guna sebuah sepeda motor,” katanya. (RA)
Komentar Terbaru