JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, membukukan produksi batu bara sebesar 4,49 juta ton pada kuartal I 2017 atau 39% lebih tinggi dibanding periode yang sama 2016 sebesar 3,26 juta ton.
Untuk volume penjualan, tercatat naik empat persen menjadi 5,44 juta ton dibanding kuartal I 2016 sebesar 5,23 juta ton. Realisasi penjualan batu bara pada tiga bulan pertama itu mencapai 19,9% dari target sepanjang tahun ini sebesar 27,29 juta ton
Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam, mengatakan rantai pasok batu bara sangat menentukan kinerja operasional Bukit Asam. Volume penjualan Bukit Asam sangat bergantung pada kemampuan PT Kerata Api Indonesia sebagai mitra dalam angkutan batu bara untuk sampai ke konsumen.
Angkutan batu bara PT KAI dari lokasi tambang menuju pelabuhan naik 17% atau menjadi 4,99 juta ton. Dari jumlah tersebut yang ke Pelabuhan Tarakan di Lampung sebanyak 4,24 juta ton. Sedangkan ke pelabuhan Kertapati di Palembang sebesar 0,72 juta ton.
“Sejauh ini kereta api menjadi satu-satunya moda transportasi batu bara kami ke dua pelabuhan baik ke Tarahan maupun ke Kertapati,” ujar Arviyan di Jakarta.
Arviyan menambahkan kenaikan kapasitas angkutan seiring dengan tambahan lokomotif dan gerbong yang dimiliki KAI. Serta penyelesaian jalur double track di lintasan Tanjung Enim-Prabumulih.
Sepanjang 2017, Bukit Asam menetapkan target volume penjualan sebesar 27,29 juta ton, naik 31% dibanding realisasi 2016. Sebesar 15,93 juta ton di antaranya untuk memenuhi permintaan domestik dan ekspor sebesar 11,36 juta ton.
Bukit Asam membukukan laba bersih Rp870,82 miliar pada kuartal I 2017, naik 161,8% dibanding periode yang sama 2016 sebesar Rp332,57 miliar. Selain ditopang kenaikan pendapatan, melonjaknya laba bersih Bukit Asam juga didukung keberhasilan perseroan menekan beban pokok.
Pada tiga bulan pertama tahun ini, Bukit Asam meraih pendapatan Rp4,54 triliun, naik 28,2% dibanding periode yang sama 2016 sebesar Rp3,54 triliun. Disisi lain, beban pokok pendapatan naik 4,5% dari Rp2,73 triliun menjadi Rp2,85 triliun.
“Jika dilihat kenaikan harga penjualan, naik tipis lima persen tetapi berkat berbagai upaya optimasi dan efisiensi pada jalur sistem rantai pasok dapat memberi kontribusi signifikan pada perolehan laba bersih perseroan,” kata Arviyan.
Menurut Arviyan, sebagai perusahaan yang bergerak di bisnis komoditi, Bukit Asam sangat tergantung pada pergerakan harga. Bukit Asam tidak akan bisa melakukan intervensi terhadap pergerakan harga di pasar.
“Untuk itu yang bisa dilakukan adalah meningkatkan efisiensi, baik operasional maupun teknis seperti menurutkan nisbah kupas dari 5,4 kali menjadi 4,02 kali,” kata dia.(ES)
Komentar Terbaru