SOROWAKO – PT Vale Indoenesia Tbk (INCO) saat ini tengah mempersiapkan dua pengembangan blok Nikel masing-masing di Bahadopi, Sulawesi Tengah dan proyek blok nikel Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Kedua proyek tersebut rencananya ditargetkan akan rendah emisi tanpa menggunakan batu bara dan menggunakan gas untuk memenuhi kebutuhan energi. Hanya saja hingga kini Vale belum mendapatkan kepastian pasokan gas yang dibutuhkan.
Febriany Eddy, Presiden Direktur dan CEO Vale Indoensia, mengungkapkan komunikasi dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) untuk mendapatkan pasokan gas. Namun hingga kini belum mendapatkan adanya jaminan. Vale kata dia memprioritaskan pasokan gas dari dalam negeri, khususnya untuk di Blok Bahadopi yang dipastikan akan menggunakan Liquefied Natural Gas (LNG).
“Bahadopi kita sudah komunikasi dengan SKK Migas, solusi cepat memang tinggal impor aja LNG tapi jangan kita nggak mau itu. Sebisa mungkin domestik yang suplai,” kata Febriany, ditemui di Blok Sorowako, Kamis (5/8).
Padahal pra konstruksi serta proses tender Bahadopi sudah dimulai menyusul telah disetujuinya Final Investment Decision (FID) proyek Bahadopi yang dipatok mencapai US$2 miliar.
Sementara untuk Blok Pomalaa, kata Febriany, sejauh ini ada dua opsi untuk memenuhi kebutuhan energi yakni memanfaatkan pasokan energi dari PLN dan opsi berikutnya baru dengan menggunakan LNG atau membangun pembangkit sendiri.
“Pomalaa kami bicara dengan PLN, tapi syaratnya harus dari EBT. Kalau mereka sanggup kami sama PLN, kalau tidak kami ambil opsi berikutnya gunakan LNG,” ungkap dia.
Menurut Febriany, gas menjadi prioritas unutuk memasok kebutuhan energi di dua proyek nikel tersebut. Dia mengakui dengan menggunakan gas atau energi rendah emisi biaya yang dibutuhkan tidak akan sedikit. Tapi manajemen menegaskan hal itu merupakan bentuk investasi untuk masa depan.
“Konversi ke LNG itu investasi besar. Long term tapi dengan hasil lebih baik,” ungkap Febriany.
Untuk menggarap smelter di Bahadopi, Vale menggandeng dua mitra strategis asal Tiongkok, Taiyuan Iron & Steel (Group) Co Ltd (Taigang) dan Shandong Xinhai Technology Co Ltd dengan target produksi nikel sebesar 60 ribu ton per tahun. Vale membutuhkan pasokan listrik cukup besar untuk pabrik pengolahan (smelter) Feronikel. Total investasi smelter feronikel Vale diperkirakan US$1,5 miliar. Kebutuhan gasnya sendiri terbilang besar karena itu ketersediaan pasokan jadi jaminan utama agar proyek tersebut bisa berjalan.
Selanjutnya smelter Pomalaa bakal digarap bersama Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd asal China dan Ford Motor Co. Nantinya smelter tersebut akan memiliki kapasitas produksi hingga mencapai 120 ribu metrik ton (MT) kandungan nikel per tahun dalam bentuk mixed hydroxide precipitate dengan menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) dan nikel limonite. (RI)
Komentar Terbaru