MENDENGAR kata tambang pasti yang tertuju adalah kondisi lahan bekas tambangnya. Kondisi hutan yang dibabat habis demi mengeruk isi perut bumi. Itu memang konsekuensi nyata dari praktik pertambanganan mineral. Lalu apakah tidak ada bisa dilakukan dengan adanya konsekuensi tersebut? Tentu ada.
Salah satu yang jelas-jelas telah mempersiapkan diri menghadapi konsekuensi dari kegiatan tambang mineral sekaligus mempersiapkan masa depan lebih hijau adalah PT Vale Indonesia Tbk. Coba tengok Taman Kehati Sawerigading Wallacea seluas 15 hektar yang berada di wilayah tambang Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Di sana terdapat rumah pembibitan (nursery) untuk mempersiapkan pohon-pohon baru yang akan di tanam di lahan-lahan bekas tambang.
Area pembibitan di Vale ini telah berdiri sejak tahun 2006 yang mampu menghasilkan atau memproduksi lebih dari 750 ribu bibit per tahunnya. Fasilitas persemaian ini memproduksi bibit tanaman untuk area reklamasi maupun rehabilitasi lahan serta tanaman hias untuk area perusahaan. Fasilitas di sana dilengkapi dengan area penanganan media tumbuh, green house meliputi germination house dan cutting house, area pengatur cahaya, area terbuka, gudang prasarana dan Fasilitas pendukung Nursery Information System Vale Indonesia (NISVI).
Selain di Sorowako, Vale juga baru saja membangun nursery atau Indonesia Growth Project (IGP) Pomalaa pada September lalu di area Kebun Raya Kolaka, Desa Lalonggolosua, Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. IGP Pomalaa ini diperuntukkan menanam, merawat, dan mengembangkan tanaman yang akan dimanfaatkan untuk mereklamasi lahan bekas tambang, mendukung program penghijauan pemerintah.
IGP Pomalaa ini memiliki luas area seluas 5 ha dengan kemampuan produksi bibit tanaman mencapai 1 juta bibit tanaman setiap tahun. Ini tentu bukan jumlah yang sedikit mengingat belum banyak perusahaan yang memiliki fasilitas persemaian sebesar ini. Adapun bibit yang akan dikembangkan merupakan pohon lokal, termasuk pohon endemik, yakni Kolaka (Syzygium), Kalapi (Kalappia celebica Kosterm), kuku (Pericopsis mooniana) dan Angrek sorume (Dendrobium utile).
Pada area Nursery ini akan tersedia fasilitas produksi secara vegetative, stek dan generatif benih dengan sistem irigasi modern secara otomatis dengan pengatur waktu. Selain itu juga akan dioperasikan dengan mengurangi sampah plastik melalui penggunaan wadah bibit secara berulang.
Bibit-bibit itu dipersiapkan untuk mereklamasi lahan pasca tambang di area IGP Pomalaa, serta kebutuhan reklamasi lainnya di Kabupaten Kolaka.
Jika ditambah dengan fasilitas nursery yang ada di Sorowako maka secara total Vale Indonesia mampu memproduksi lebih dari 1,75 juta bibit tanaman setiap tahun yang bisa ditanam tidak hanya di Kolaka tapi di berbagai wilayah yang biasa dilakukan oleh masyarakat umum, instansi pemerintah, swasta, dan lainnya untuk mendorong penghijauan.
Apa yang dilakukan oleh Vale merupakan kebijakan yang wajar dan memang harus dilakukan bagi perusahaan menjalankan kegiatan pertambangan terbuka. Kegiatan tambang tersebut memang bakal memberikan berdampak pada perubahan rona alam, ekosistem dan keanekaragaman hayati di dalamnya. Untuk meminimalkan dampak tersebut, manajemen menerapkan kebijakan membatasi luasan area dibuka setiap tahun untuk kegiatan pertambangan, sesuai dokumen permohonan revisi jaminan reklamasi periode 2021–2022 yang disetujui Kementerian ESDM. Pada tahun 2022 luasan sisa lahan terbuka dibatasi maksimal 1.981,57 Ha. Realisasi luas lahan dibuka untuk operasi pertambangan selama periode pelaporan mencapai 199,80 Ha, sehingga luasan kumulatif lahan untuk operasi pertambangan hingga akhir tahun 2022 menjadi 5.458,60 ha.
Berdasarkan data dari laporan keberlanjutan perusahaan, hingga akhir tahun 2022 total luasan rehabilitasi lahan yang dilakukan Vale mencapai 10.280 hektar (ha) yang terdiri atas 10.000 hektar di luar daerah operasional, dan 295,43 hektar di dalam daerah operasional dan luas akumulasi lahan rehabilitasi dan reklamasi mencapai 3.500,22 ha. Hingga September 2023 luas lahan yang direklamasi mencapai 138 ha sehingga total lahan tambang yang sudah direklamasi mencapai 3.638 ha.
Sementara itu, selain merehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) di luar area konsensi sebesar 10.000 ha, Vale juga mendapat kepercayaan dari Kementerian LHK untuk merehabilitasi DAS seluas 435 Ha di enam wilayah kecamatan di Provinsi Jawa Barat. Hingga 2022, kami telah menyerahkan 140 hektar lahan kritis pada DAS yang telah direhabilitasi kepada Kementerian LHK.
Upaya rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan (17 Kabupaten) dengan luasan 14.230 Hektar, Provinsi Sulawesi Tengah (2 Kabupaten) dengan luasan 2.310 hektar dan Provinsi Jawa Barat (3 Kabupaten) seluas 435 hektar. Sementara total pohon yang telah ditanam mencapai 3,7 juta pohon, termasuk di antaranya 17.631 pohon endemik.
Vale Indonesia menargetkan untuk mereklamasi lahan pascatambang dan rehabilitasi DAS secara progresif dengan target 70% lahan selesai direklamasi dan direhabilitasi pada 2025.
Pelaksanaan rehabilitasi pascatambang melibatkan masyarakat lokal yang telah mendapatkan pelatihan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerintah, dan pihak ketiga lainnya. Secara berkala Kementerian ESDM melakukan pemantauan dan evaluasi keberhasilan sehingga layak diserahterimakan kepada Pemerintah melalui Kementerian LHK. Kriteria keberhasilan meliputi standar penatagunaan lahan, revegetasi, dan penyelesaian akhir, sesuai Permen ESDM No.26 Thn 2018 dan Kepmen ESDM No.1827K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan Yang Baik.
Komitmen untuk terus berinvestasi pada keberlanjutan lingkungan ditunjukkan dengan porsi tersendiri pembiayaannya. Berdasarkan data laporan keuangan Vale tahun 2022 terungkap bahwa saldo kas yang dibatasi penggunaannya pada akhir tahun 2022 mengalami kenaikan sebesar US$23,17 juta, atau 46%, dari tahun 2021 US$ sebesar US$49,86 juta, menjadi US$73,04 juta. Peningkatan tersebut disebabkan adanya penempatan jaminan penutupan tambang tahun 2022 sebesar US$16 juta dan jaminan reklamasi tambang tahun 2022 sebesar US$7 juta untuk area Sorowako.
Sementara total realisasi biaya pengelolaan lingkungan tahun 2022 untuk area Sorowako dan Pomalaa mencapai US$20,14 juta.
Jadi Role Model Kegiatan Tambang Berkelanjutan
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Vale dalam urusan rehabilitasi area tambang mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah bahkan kepala negara, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Presiden tidak ragu melihat langsung fasilitas pembibitan Vale pada awal tahun ini dan mengakui bahwa Vale merupakan salah satu role model kegiatan tambang berkelanjutan dan patut ditiru oleh perusahaan lain di tanah air.
“Ini akan saya perintahkan, segera saya perintahkan kepada seluruh perusahaan tambang di Indonesia mengopi/meniru apa yang telah dilakukan PT Vale,” ujar Jokowi saat mengunjungi Taman Kehati Sawerigading Wallacea, yang ada di kawasan pertambangan nikel Vale pada Maret lalu.
Kala itu presiden menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh manajemen Vale merupakan upaya positif untuk memastikan lingkungan bekas area tambang nantinya bisa dinikmati juga untuk generasi masa depan.
“Saya juga cek tadi bagaimana PT Vale menyiapkan bibit-bibit untuk merehabilitasi, mereklamasi lahan-lahan bekas tambang, ini sangat bagus. “Ini sangat penting sekali, karena sekali lagi, tambang ini bukan hanya akan kita nikmati tetapi harus juga dinikmati oleh anak cucu kita dalam mungkin bentuk yang lain,” ujar Jokowi.
Atas berbagai komitmen yang ditunjukkan manajemen tersebut Vale Indonesia kembali berhasil meraih penghargaan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) peringkat Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023. Ini bukan pencapaian yang mudah bagi perusahaan tambang mineral. Bahkan Vale bercokol di peringkat hijau dan menjadi salah satu perusahaan swasta terbaik di penilaian tersebut dalam beberapa tahun terakhir karena penghargaan PROPER Hijau ini untuk keempat kalinya diraih oleh PT Vale dan di 3 tahun terakhir secara berturut-turut.
Ma’ruf Amin, Wakil Presiden Indonesia menuturkan dunia saat ini diperhadapkan pada permasalahan lingkungan, yaitu perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan.
Menurutnya masalah lingkungan ini adalah masalah universal yang menuntut penyelesaian secara seksama dan bersama-sama, salah satunya melalui pembangunan berkelanjutan. “Keberhasilan pembangunan berkelanjutan membutuhkan dukungan semua sektor dan pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, akademisi, komunitas, dan entitas bisnis,” Jelas Ma’ruf.
Dia kemudian meminta kepada perusahaan untuk tidak lagi terfokus dalam menghasilkan keuntungan, tetapi juga memastikan kelestarian lingkungan sekitar, baik lingkungan fisik maupun sosial. “Oleh karena itu, PROPER sepatutnya menjadi kompas yang mampu memandu praktik bisnis berkelanjutan, dengan mengaplikasikan prinsip ekonomi hijau, bahkan mendorong capaian yang melebihi ketaatan industri terhadap peraturan lingkungan hidup,” ujarnya.
Febriany Eddy, CEO Vale Indonesia menjelaskan bahwa selama ini banyak pertanyaan mengemuka apakah bisa perusahaan tambang beroperasi tetap ramah terhadap lingkungan? Dia pun membeberkan langkah dan strategi yang ditempuh Vale Indonesia untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pertama, perencanaan penambangan dan deforestasi secara terintegrasi, sehingga penambangan berdampingan dengan rehabilitasi lahan. Kedua, penanaman pohon di luar area konsesi yang saat ini sudah mencapai 250% dari lahan yang dibuka PT Vale selama 55 tahun. Ketiga, memastikan sumber energi dari pembangkit listrik berkelanjutan.
Tiga isu penting tersebut menjadi tantangan bagi Vale, terlebih karena area operasionalnya berada di wilayah yang kaya keaneragaman hayati, serta berada di lintasan garis Wallacea. Terlebih, dari wilayah konsensi pertambangan seluas 118 ribu hektar, hanya 48% yang bisa ditambang. Dan dari 48% area yang bisa di tambang, 90% merupakan hutan lindung.
“Jadi, bisa dibayangkan tantangan yang kami hadapi, bekerja di wilayah kerja yang 90% merupakan hutan lindung dan sangat kaya akan keanekaragaman hayati,” kata Febriany beberapa waktu lalu.
Febriany menjelaskan, bagaimana perusahaan melakukan reklamasi atau pemulihan lahan bekas tambang. Vale tidak melakukan pembukaan lahan besar-besaran ketika melakukan proses eksplorasi.
“Kita reklamasi progresif. Bukit yang ingin kita tambang biasanya prosesnya 4 sampai 5 tahun. Itu terlebih dahulu kita pecah menjadi kompartemen-kompartemen kecil. Jadi kompartemen yang kita butuhkan saja yang dibuka (dieksplorasi). Begitu satu kompartemen selesai ditambang, langsung direklamasi (ditanami pohon dan dihijaukan). Jadi aktivitas tambang dan proses reklamasi ini berdampingan (dilakukan bersamaan),” papar Febriany.
Untuk reforestasi di luar kawasan tambang, Febrianny menjelaskan Vale sudah menanam 16 juta pohon di luar area tambang. Dua juta diantaranya adalah pohon lokal dan sisanya pohon-pohon endemik. “Kita juga ada konservasi kayu hitam atau eboni di Sorowako, sudah ada 75 ribu pohon eboni,” ungkap dia.
Kemudian terkait air limpasan tambang. Untuk masalah ini, Febrianny mengundang berbagai pihak untuk datang ke Vale dan melihat Danau Matano yang jernih, meski air limpasan tambang Vale mengalir ke danau tersebut.
Ini merupakan buah dari keseriusan Vale menerapkan teknologi paling mutakhir dalam pengelolaan air limpasan tambang. Manajemen menggandeng langsung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menemukan cara paling jitu untuk menjaga kualitas air bekas tambang agar tidak mencemari danau.
Dalam rangka melakukan pengendalian dan pengelolaan limbah hasil tambang, Vale telah membangun lebih dari 100 unit fasilitas pengendalian sedimen secara berjenjang. Fasilitas tersebut berkapasitas total lebih dari 15 juta m3 . Pemantauan, pemeliharaan dan pengerukan fasilitas pengendap pun dilakukan secara berkala. Fasilitas pengelolaan limbah cair berteknologi inovatif, Lamella Gravity Settler (LGS), pun dibangun untuk menekan beban pencemaran TSS.
Pengolahan limbah cair juga diiringi pengecekan kualitas air danau secara reguler bersama lembaga independen. Hasil pengukuran kadar TSS dan Cr6+ di Danau Matano dan Danau Mahalona selalu berada jauh di bawah baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah.
Berbagai upaya serta hasil yang ditunjukkan di area tambang Vale Indonesia menunjukkan bahwa pertanyaan diawal tentang apakah kegiatan tambang bisa berkelanjutan dan ramah terhadap lingkungan bisa terjawab. Ya, kegiatan tambang tidak melulu merusak dan menganggu ekosistem lingkungan. Dengan tata kelola, perencanaan yang baik, kegiatan tambang dapat langsung memberikan manfaat bagi warga sekitar area tambang khususnya dan bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Asalkan kita pegang kuncinya, komitmen untuk terus tumbuh bersama lingkungan. Itulah yang telah ditunjukkan Vale Indonesia.
Komentar Terbaru