JAKARTA-PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan, mencatatkan utang sepanjang semester I 2018 sebesar Rp 486,89 triliun, naik 4,59% dibandingkan utang semester I 2018 sebesar Rp 465,54 triliun. Peningkatan utang perusahaan ditopang kenaikan utang bank yang naik menjadi Rp140,62 triliun dari sebelumnya Rp 116 triliun (year-on-year).
Berdasarkan laporan keuangan PLN yang dipublikasikan di Harian Kompas edisi Senin (3/9), utang terbesar PLN adalah utang jangka panjang yang mencapai Rp 361,3 triliun, naik dari sebelumnya Rp 326,4 triliun. Selain utang bank, komponen utang terbesar jangka panjang adalah utang obligasi dan sukuk ijarah yang mencapai Rp 107 triliun dari sebelumnya Rp 100,4 triliun (year-on-year).
Sementara itu, utang jangka pendek pereroan justru turun dari Rp139 triliun menjadi Rp 125,58 triliun. Masih tingginya utang jangka pendek karena ada peningkatan pada utang lain-lain dari Rp21,25 triliun menjadi Rp29,32 triliun. Padahal pada beberapa komponen utang jangka pendek lain justru turun seperti utang kepada pihak ketiga Dari Rp 32,49 triliun menjadi Rp 32,5 triliun. Utang bank turun dari Rp26,55 triliun menjadi Rp 15,26 triliun.
Di sisi lain, sepanjang Januari-Juni 2018, PLN mencatatkan kenaikan pendapatan usaha menjadi Rp131,5 trliliun dari sebelumnya Rp122 triliun. Kenaikan pendapatan ditopang peningkatan penjualan tenaga istrik dari Rp 118 triliun menjadi Rp127 triliun.
Namun, beban usaha perusahaan yang tinggi, mencapai Rp 142 triliun dibandingkan periode sebelumnya Rp130,25 triliun menyebabkan laba usaha setelah subsidi turun jadi Rp14,12 triliun dari sebelumnya Rp15,45 triliun.
Penurunan juga terjadi pada laba sebelum pajak yang menjadi Rp1,84 triliiun dari sebeumnya Rp5 triliun. Karena beban pajak yang cukup tinggi, yaitu Rp7,18 triliun dari sebelumnya Rp3 triliun, menyebabkan PLN merugi Rp5,34 triliun dari sebelumnya untung Rp2,02 triliun.
Salah satu penyebab kerugian PLN adalah pelemahannilai tukar rupiah (Rp) terhadap mata uang asing (kurs) dan beban pajak. Rugi kurs PLN selama enam bulan pertama tahun 2018 mencapai Rp 11,5 triliun. Seperti diketahui, saat ini kurs rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (US$) mencapai Rp 14.600. Padahal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 hanya dipatok Rp 13.400.
Melemahnya nilai tukar ini juga ikut menambah biaya operasional PLN. Meski sudah melakukan lindung nilai (hedging) untuk pembelian bahan bakar berupa gas dan batu bara, itu tak bisa berefek lama. (RA)
Komentar Terbaru