JAKARTA – PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra), penyedia solusi berbasis rekayasa teknik di Indonesia, terus berkomitmen mendukung pemerintah dalam upaya mendorong percepatan transisi energi nasional. Hal tersebut sejalan dengan visi perusahaan untuk membangun solusi berkelanjutan dalam mengaplikasikan praktis efisiensi energi dan transisi dari energi bahan bakar fosil ke energi terbarukan, sebagai upaya meminimalisasi emisi karbon, sebagai upaya untuk mendukung komitmen pemerintah menuju net zero emissions tahun 2060.
Perubahan iklim dan krisis energi global telah menjadi perhatian utama dalam beberapa dekade terakhir. Kebutuhan untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada bahan bakar fosil semakin mendesak seiring dengan meningkatnya kesadaran akan dampak negatifnya terhadap lingkungan. Dalam hal ini, transisi menuju energi bersih menjadi kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan tangguh. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan sumber daya alam yang melimpah, memiliki peran strategis dalam upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satu solusi yang dapat diandalkan adalah pengembangan biofuel, sebuah alternatif bahan bakar yang berasal dari sumber daya hayati. Biofuel tidak hanya memberikan manfaat lingkungan dengan emisi karbon yang lebih rendah, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru, terutama dalam sektor pertanian.
Pakar Bioenergi Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr Tatang Hernas Soerawidjaja mengatakan umber energi terbarukan menjadi fokus riset para peneliti di dunia di tengah isu menipisnya bahan bakar fosil minyak bumi. Biomassa adalah satu-satunya sumber energi terbarukan yang berkarakter bahan bakar. Karena ini, pemanfaatan bioenergi dan bahan bakar nabati (BBN) adalah jembatan kritikal transisi sektor energi dari sumber daya energi fosil ke sumber daya energi terbarukan atau nir-karbon.
“Indonesia sebagai negara pemilik kekayaan spesies flora yang luar biasa dinilai akan menjadi negara yang menguasai bahan bakar nabati (BBN) dalam beberapa tahun kedepan, salah satunya biofuel. Perekonomian berbasis nabati (bio-based economy atau bioekonomi) dipandang akan sangat mendukung tercapainya 11 dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs) yang sudah disepakati dunia pada tahun 2015 di Paris. Penggunaan biofuel telah menjadi fokus negara-negara dunia dalam mempercepat transisi energi sekaligus mempertahankan ketahanan dan kemandirian energi. Konflik geopolitik global, isu perubahan iklim dan ketidakpastian ke depan, telah memunculkan isu ketahanan energi di tengah akselerasi transisi energi menuju net zero emissions,” ujar Dr Tatang, dalam kegiatan Tripatra Media Forum 2024 yang bertajuk “Menuju Era Baru Energi Bersih: Biofuel dan Transisi Energi”, di Jakarta Senin(30/9/2024).
Oleh karena itu, kata dia, implementasi biofuel sangat berpeluang melibatkan seluruh masyarakat negara, mendukung ketahanan energi, menghindari eksploitasi berlebihan SDA, dan menjaga kelestarian lingkungan. Terlebih lagi di Indonesia, transisi ke arah bioekonomi ini sangat menguntungkan, karena selain berwilayah luas, Indonesia juga merupakan negara berlaju fotosintesis dengan produksi primer netto bahan nabati tertinggi.
Biofuel merupakan bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan nabati. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian. Biofuel juga dapat dihasilkan dari tanaman non pangan, limbah pertanian dan residu yang tidak dapat dikonsumsi manusia dengan menggunakan teknologi maju. Oleh karena itu, tidak seperti bahan lain yang tak terbaharui, biofuel dapat diproduksi terus-menerus karena kita selalu dapat menanam lebih banyak tanaman untuk menjadi bahan bakar. Terlebih lagi komunitas ilmuwan telah menunjukkan tingkat produktivitas tanaman nabati yang lebih tinggi dapat menangani beberapa masalah deforestasi yang erat kaitannya dengan biofuel. Menariknya, bahan baku nabati seperti minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk menghasilkan biofuel melalui metode konvensional dan lanjutan tergantung dari keadaannya. Apalagi minyak kelapa sawit yang memiliki hasil panen tertinggi di antara tanaman nabati lainnya diyakini menjadi bahan baku paling ekonomis untuk biodiesel. Siklus hidup pohon kelapa sawit 30 tahun juga berarti nilai penyerapan karbon yang dilepaskan ke atmosfer tinggi.
Dr Tatang menjelaskan, secara umum, biofuel merupakan bahan bakar dari biomassa atau materi yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Biofuel sering menjadi alternatif untuk bahan bakar konvensional yang digunakan untuk menyalakan mesin kendaraan. Namun sebenarnya, biofuel dapat dimanfaatkan untuk semua kebutuhan energi manusia, seperti: Transportasi (Mobil, bus, sepeda motor, kereta api, pesawat terbang dan kendaraan air), Pembangkit listrik, atau Kebutuhan rumah tangga (Kompor dan peralatan memasak lainnya). Bahan-bahan mentah produksi Bahan Bakar Nabati (BNN) berupa diesel biohidrokarbon (green diesel) dan biodiesel, Avtur biohidrokarbon (bioavtur) serta bensin nabati (green gasoline) atau biogasoline.
“Tidak seperti bahan bakar fosil, biofuel sebagai sumber daya energi dapat diadakan di seluruh pelosok negeri melalui pembudidayaan tumbuh-tumbuhan sebagai sumber energi alternatif yang aman dan terbarukan,” kata Dr Tatang Hernas Soerawidjaja.
Pengembangan biofuel di Indonesia membuka peluang besar untuk inovasi dalam infrastruktur, penguatan regulasi, dan pemanfaatan bahan baku yang berkelanjutan. Dengan memanfaatkan potensi biofuel, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan
pada bahan bakar fosil dan sekaligus meningkatkan ketahanan energi nasional. Untuk mewujudkan potensi ini, diperlukan kolaborasi erat antara pemerintah, industri, dan akademisi agar pengembangan ekosistem biofuel dapat dilakukan secara optimal sebagai bagian dari transisi energi nasional.
Dalam kesempatan yang sama, Green Energy Development Director Tripatra, Ananto Wardono mengungkapkan bahwa Tripatra telah menginvestasikan sumber daya yang signifikan untuk mengembangkan teknologi dan infrastruktur yang diperlukan dalam ekosistem biofuel, salah satunya dalam memproduksi biofuel generasi kedua secara massal. Biofuel generasi kedua merupakan jenis bahan bakar nabati yang dihasilkan dari proses pengolahan bahan baku yang lebih kompleks dibandingkan dengan biofuel generasi pertama.
“Jika biofuel generasi pertama umumnya menggunakan bahan pangan, maka biofuel generasi kedua memanfaatkan bahan baku non-pangan, seperti bahan baku non-pangan seperti limbah pertanian, biomassa lignocellulose (kayu, serbuk gergaji), dan alga. Melalui berbagai inisiatif yang telah dilakukan, Tripatra tidak hanya berkontribusi pada upaya transisi energi di Indonesia, tetapi juga membuka peluang bisnis baru dan menciptakan nilai tambah bagi masyarakat. Karena itu, kami memiliki peran yang signifikan dalam pengembangan ekosistem biofuel di Indonesia, termasuk dalam memproduksi Sustainable Aviation Fuel (SAF), yaitu bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan dengan sumber terbarukan yang dapat mengurangi emisi karbon secara signifikan dibandingkan dengan bahan bakar fosil konvensional,” ujar Ananto.
Dengan pengalaman yang luas lebih dari 50 tahun dalam proyek energi, Tripatra kini berperan aktif dalam pengembangan biofuel, termasuk membangun fasilitas pabrik produksi dan distribusi. Tripatra percaya bahwa penguatan industri biofuel nasional adalah kunci untuk mencapai ketahanan energi dan keberlanjutan lingkungan jangka panjang.
“Dengan fokus pada energi terbarukan, kimia hijau, dan mitigasi karbon, kami siap untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa depan. Peluang terbesar negara kita adalah mengembangkan teknologi pengolahan biofuel yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Kedepannya Tripatra akan terus mengincar peluang dalam sektor energi hijau, salah satunya dalam pengembangan pengembangan infrastruktur biofuel, serta terus mendorong inovasi solusi rekayasa teknik yang berkelanjutan. Dengan begitu, kita bisa bersaing di pasar global dan memberikan kontribusi nyata bagi energi bersih,” tambah Ananto.
Finance and Commercial Director TRIPATRA, Benny Joesoep mengatakan Tripatra sudah memasuki fase yang baru, dimana bukan lagi sebagai penonton tetapi juga sebagai pemeran dalam percepatan transisi energi di Indonesia. Oleh sebab itu, Tripatra terus berkomitmen mendukung pemerintah dalam percepatan transisi energi. Dengan core capability yang kuat di bidang engineering, Tripatra saat ini lebih dikenal sebagai engineering company yang andal. Keahlian ini menjadi fondasi utama kami dalam memberikan solusi terintegrasi untuk berbagai proyek dengan skala yang beragam,
termasuk inisiatif-inisiatif strategis di sektor energi terbarukan.
“Dengan dukungan dan sinergi yang kuat dari berbagai pihak, kami optimis bahwa Indonesia dapat menjadi key player dalam pengembangan energi terbarukan,” kata Benny.
Komentar Terbaru