JAKARTA – Indonesia resmi dipercaya menjadi Presidensi G20 di tahun ini, dengan momen puncak KTT G20 di November 2022 mendatang.
Salah satu pembahasan utama dalam G20 tahun ini adalah transisi energi berkelanjutan, dengan fokus pada keamanan energi, transisi energi untuk sistem energi yang rendah karbon, termasuk investasi dan inovasi pada teknologi yang lebih bersih dan efisien.
Subroto, Mantan Menteri Pertambangan dan Energi era 1978-1988, mengatakan tantangan utama transisi energi adalah belum tercapainya suatu konsensus nasional, maupun kesepakatan nasional. Harus fokus pada tujuan utama transisi energi.
“Konsepnya benar atau tidak, kompetensi tersedia atau tidak (biaya dan sumber daya manusianya), kemudian konsep mengenai transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan (EBT) bisa dikenal secara luas, ada connectivity dengan masyarakat. Masalahnya, mindset kita itu memakai energi termurah, ini yang perlu kita koreksi, pakai yang affordable bagi bangsa kita,” katanya, dalam webinar nasional bertema “Siapkah Indonesia Menuju Transisi Energi” yang digelar Pusat Studi Hukum ESDM Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Sabtu(5/2).
Menurut Subroto yang juga mantan Sekjen OPEC 1988-1994 ini, pendanaan dan sumber daya manusia masih menjadi tantangan dalam mewujudkan transisi energi. Oleh karenanya, perlu adanya peta jalan transisi dari energi fosil ke EBT.
“Bagi kita yang jadi masalah adalah secepat mungkin buat roadmap pemindahan fosil ke EBT. Indonesia siap menuju transisi energi apabila sudah siap tiga hal, yakni konsep, kompetensi, conectivity,” ujarnya.
Hendra Iswahyudi, Direktur Perencanaan Pembangunan dan Infrastruktur Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, menyampaikan bahwa pemerintah sudah menetapkan berbagai regulasi dalam upaya pengembangan EBT. Pemerintah sudah menyiapkan roadmap untuk menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.
Namun demikian, realisasinya pada 2021 tercatat realisasi pemanfaatan energi terbarukan hanya mencapai 11,5%, padahal 2025 ditargetkan 23%.
“Pengembangan EBT harus dipercepat langkahnya. Dari sisi listrik sudah ada perpercepatan melalui Green RUPTL. Saat ini, pemerintah juga sedang tahap penyelesaian Peraturan Presiden (Perpres) mengenai harga EBT. Yang menjadi dikotomi adalah pricing energi fosil dan EBT. Peta jalan transisi energi menuju karbon netral perlu sinergi dengan kementerian/lembaga terkait,” ujar Hendra.
Tumbur Parlindungan, Praktisi Migas, menekankan transisi energi menjadi tanggung jawab masyarakat dunia. Tidak hanya pemerintah khususnya Kementerian ESDM saja yang dituntut untuk merealisasikan target NZE.
“Yang jadi masalah adalah bagaimana lari dari fosil fuel, karena saat ini hampir 90% berasal dari sana. Harus ada perubahan pola pikir atau paradigma. Pemanasan global memaksa kita untuk melakukan transisi energi. Ini bukan Kementerian ESDM saja, bukan Indonesia, tapi seluruh masyarakat dunia harus berkontribusi,” ujarnya.
Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), menekankan bahwa transisi yang akan kita jalankan adalah perubahan perlahan-lahan menuju energi terbarukan. Era energi fosil masih akan dominan sampai 2025. Pada tahun 2025-2050 akan mulai transisi secara agresif, energi terbarukan akan dominan 90%, sisanya 10 % energi fosil dan nuklir.
“Nuklir sekitar 4 %. Setelah 2050 itu dimungkinkan era energi matahari. Karena matahari adalah sumber dari sumber segala macam energi di dunia.Transisi Energi adalah keniscayaan,” ujar Surya Darma.
Ahmad Redi, Pakar Hukum Energi dan Pertambangan sekaligus Ketua Umum IKA FH Undip, mengatakan arah serta timeline kebijakan transisi energi Indonesia memerlukan konsistensi dari pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan terkait. Idealnya, kebijakan ini berdasarkan pada peta jalan (roadmap) dengan lndasan yang kuat, tidak hanya terkait dengan feasibility/secara teknis, tetapi juga atas biaya yang diperlukan/ditimbulkan.
“Regulasi (RUU) EBT perlu segera disahkan. Transisi dan efisiensi energi harus sejalan, supaya dapat menciptakan kemandirian, kedaulatan energi,” ujar Redi.
Satya W Yudha, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo sudah memberikan arahan mengenai transisi energi harus dilakukan multisektor. Harus disukseskan secara bersama-sama.
“Transisi energi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Kita ingin skema ataupun strategi transisi energi kita itu tidak parsial. Ada tugas dari masing-masing kementerian,” ujar Satya Yudha.(RA)
[…] source […]