JAKARTA – Pertamina New and Renewable Energy (Pertamian NRE) menggarap setidaknya 83 proyek yang didominasi dari Energi Baru Terbarukan. Puluhan proyek tersebut dikerjakan sendiri, bersama dengan para mitra yang ada di internal Pertamina Group, atau dengan mitra di luar Pertamina.
Iin Febrian, Direktur Manajemen Risiko Pertamina NRE, mengungkapkan untuk mengejar penyelesaian prouek tersebut dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Kemitraan jadi jalan terbaik untuk menekan risiko.
“Varian proyeknya, PLTS geothermal, beberapa proyek EBT lainnya. mostly organik dan beberapa akuisisi baik aset dalam negeri maupun global. untuk RKAP 2024 kita telah cadangkan capex US$600 juta, kita masih best effort untuk eksekusi proyek tersebut kita akselerasi bagian dari ekosistem pertamina yang bisa kita akselerasi besar lagi, tantangan managable manajemen risiko kita akselerasi kolaborasi dengan refinery, PHR dll, peluang dan potensi masih besar termasuk ekosistem BUMN dengan Inalum, PTPN 2 dan lainnya,” jelas Iin dalam webinar DETalk yang digelar Dunia Energi bertajuk Penguatan Manajemen Risiko Perusahaan untuk Efektivitas Tata Kelola Ketahanan Energi, Selasa (20/8).
Salah satu fokus tahun ini Pertamina NRE fokus dengan beberapa inisiatif prioritas, antara lain pengembangan bisnis bioethanol untuk mendukung peningkatan pemanfaatan bahan bakar nabati di Indonesia yang bekerja sama dengan Pertamina Patra Niaga, pengembangan area geothermal Lumut Balai 2 sebesar 55 MW, pengembangan bisnis geothermal di luar negeri, bisnis karbon, dan hidrogen untuk bahan bakar kendaraan (hydrogen for mobility).
Dalam menyeleasikan proyek yang banyak tersebut diperlukan manajemen risiko yang tepat. Untuk itu Pertamina NRE kata Iin kembangkan ssstem manajemen risiko secara berkelanjutan.
Iin menuturkan Pertamina NRE dapat mandat utk memimpin transisi energi untuk menjamin aspek sustainability dan acceptability energi dalam konteks ketahanan energi nasional. Pertamina NRE telah memiliki aspirasi strategis kapasitas terpasang 6 GW dengan $6,2 miliar hingga tahun 2029.
“Untuk mendukung inisiatif transisi energi diperlukan transformasi manajemen risiko, termasuk transformasi mindset, rules, dan system manajemen risiko. Perbaikan system manajemen risiko yang komprehensif, terintegrasi dan digitalisasi menjadi keharuasan untuk mendukung insiatif strategis pengembangan energi baru dan terbarukan,” jelas Iin.
Selain itu manajemen resiko diperlukan dalam menjawab tantangan dalam mendukung transisi energi untuk ketahanan energi nasional. Kata kuncinya menurut Iin adalah tranformasi. Misalnya dari sisi mindset.
“Manajemen risiko tradisional melihat bahwa itu sebagai individual hazard, manajemen risiko dipandang hanya sebagai monitoring dashboard atau advisory atau bahkan sering mendapatkan pemahaman yang kurang tepat Dimana manajemen risiko sebagai stoper inisiatif-inisiatif strategis yang akan kita jalankan. Padahal kita akan banyak mengeksekusi inisiatif startegis, capex, project, tahun ini saja kita menginisiasi 83 proyek,” jelas Iin. (RI)
Komentar Terbaru