JAKARTA – PT PGN Tbk, subholding gas Pertamina, terus mengupayakan pemenuhan pasokan gas bumi sesuai dengan kebutuhan seluruh pelanggan, sejalan dengan konsumsi energi yang masih ditopang oleh gas bumi di masa transisi menuju penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan mendukung target Net Zero Esmission pada 2060 atau lebih cepat. Konsumsi energi di masa transisi juga disertai oleh pemanfaatan gas bumi yang bersumber dari liquefied natural gas (LNG).

Puncak pemanfaatan gas bumi di negara berkembang termasuk Indonesia, diperkirakan terjadi pada 2040-an. Sebagian besar akan dipenuhi melalui LNG. Selain itu produksi atas gas juga meningkat sesuai dengan discovery mayoritas gas projects yang ada di Indonesia. “Pertumbuhan pemanfaatan gas bumi akan didukung oleh optimalisasi pasokan gas baik langsung dari sumur produksi maupun melalui moda LNG dalam rangka meningkatkan ketersediaan gas bumi,” ujar jelas Direktur Komersial Ratih Esti Prihatini, Senin (25/11/2024).

Ratih mengatakan, tren pemanfaatan gas bumi untuk ekspor menurun sejak tahun 2012 berdasarkan data Kementerian ESDM. Sedangkan pada posisi pertengahan 2024, kurang lebih 60% gas dimanfaatkan secara domestik. Kebutuhan yang paling besar adalah kalangan industri dengan rata-rata pemakaian gas sebesar 1.592 BBTUD pada rentang waktu 2020 -2024. Di sisi lain untuk kebutuhan listrik juga sudah dialihkan pemenuhan gasnya menggunakan LNG.

“PGN sebagai badan usaha pemanfaatan gas bumi nasional di Indonesia, mengambil peran dalam kondisi tersebut khususnya dalam menyediakan LNG untuk keperluan domestik. Penyediaan LNG ini juga bagian dari upaya adaptasi PGN terhadap dinamika lingkungan bisnis yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir,” ujarnya.

Menurut Ratih, pemanfaatan LNG domestik merupakan peluang sekaligus tantangan bagi PGN dalam memanfaatkan peluang tersebut untuk menghadapi natural decline gas pipa eksiting. Keadaan tersebut memerlukan dukungan dari pasokan baru yang andal. Hal menantang bagi PGN agar mampu menyediakan LNG dan meraih potensi supply LNG domestik yang besar, seperti dari Bontang, Tangguh, dan Donggi-Senoro. “Kemudian juga ada potensi dari Lapangan Andaman. Hal ini menarik, karena lokasinya dekat dengan Fasilitas LNG Arun yang akan kami fungsikan untuk regasifikasi LNG,” ujar Ratih.

Saat ini, PGN mengoptimalkan pemanfaatkan fasilitas LNG yang ada di FSRU Lampung dan FSRU Jawa Barat. Sebagai informasi, kebutuhan LNG PGN di tahun 2025 khususnya untuk Jawa Bagian Barat kurang lebih 22 – 25 cargo LNG (1 kargo kurang lebih setara dengan 8 – 10 BBTUD). Pasokan gas hasil regasifikasi LNG juga diperlukan sebagai balancer dari penurunan pasokan gas pipa eksisting, baik karena terjadinya gangguan pada sumur gas maupun adanya planned maintenance yang dilakukan oleh para pemasok gas.

Dalam pemanfaatan LNG juga ada sejumlah hal yang menjadi perhatian. Salah satunya adalah mengenai harga LNG. Harga beli LNG domestik mengacu dengan realisasi harga minyak produksi domestik atau Indonesia Crude Price (ICP) yang ditetapkan oleh Menteri ESDM setiap bulan. Namun secara historis, harga beli LNG domestik cenderung stabil, jika dibandingkan JKM sebagai referensi harga market LNG Asia.

Ratih mengatakan  PGN berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan gas bumi domestik dalam jangka panjang. PGN memanfaatkan uncommited kargo LNG domestik, optimalisasi fasilitas regasifikasi LNG untuk mengurangi defisit pasokan eksisting, serta menjalin kerja sama secara long term dengan penyedia LNG domestik untuk menjaga kelangsungan gas bumi. “Sinergi dengan pemerintah, pengguna gas bumi dan stakeholder lain juga kami lakukan dalam rangka menciptakan kebijakan yang mendorong pasar gas bumi yang adaptif,” jelas Ratih. (DR)