JAKARTA – Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Batu bara dinilai tidak ada urgensinya. Hal ini dikarenakan sudah ada PLN Batu Bara, anak perusahaan PT PLN (Persero) yang bertugas untuk menyuplai pemenuhan kebutuhan batu bara nasional.
Ahmad Redi, Pakar Hukum Energi dan Pertambangan, menekankan permasalahan krisis batu bara domestik tidak terkait Domestic Market Obligation (DMO) atau pasokan, tetapi lebih kepada tata kelola.
“Pembentukan BLU justru berpotensi memberi beban baru dan tidak menyelesaikan persoalan pada permasalahan pasokan batu bara. DMO bukan kewajiban kemarin sore, sudah bertahun-tahun lalu,” ujar Redi, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum IKA FH Undip, saat Diskusi Media “Krisis Batubara Dalam Negeri, Quo Vadis Tata Kelola Batubara” di Jakarta, Rabu (26/1).
Menurut Redi, dalam Undang – Undang (UU) Minerba, PP Minerba kemudian di Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan batu bara, kuota DMO sudah cukup jelas yakni 25%. Seharusnya pengawasan bisa dilakukan dengan merujuk pada ketentuan tersebut. “Yang bermasalah adalah komitmen dari perusahaan untuk memenuhi kewajiban DMO nya,” ujar Redi.
Ia mengatakan, penetapan Harga Batu bara Acuan (HBA) dalam negeri sudah menjadi jalan tengah. Perusahaan dapat melakukan ekspor batubara sebesar 75% dengan harga sesuai mekanisme pasar. Namun untuk kebutuhan dalam negeri, pemerintah harus menetapkan harga ekonomis.
“Setiap kenaikan harga US$1 , PLN harus membayar kurang lebih US$130 juta atau Rp 1,38 triliun,” ujarnya.
Redi menekankan agar pemerintah melakukan pengawasan, apabila ada ketidaktaatan diberi sanksi. Tidak harus membentuk BLU, dan membubarkan PLN Batu Bara. Tanpa kemudian harus mengeluarkan pajak ekspor. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan dan pengenaan sanksi harus dilakukan.
“Kita kan ada Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang merupakan perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan batu bara. PKP2B di perusahaan perusahaan batu bara yang besar-besar ini harus dalam konteka UU Minerba, ketika kontraknya berakhir dilanjutkan olen perusahaan BUMN agar kita berdaulat punya batu bara. Ketika PLN butuh, tidak harus meminta- minta kepada perusahaan swasta batu bara,” kata Redi.(RA)
Komentar Terbaru