JAKARTA – PT PLN (Persero) menargetkan peningkatan kapasitas pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi 16 Giga Watt (GW) pada 2024. Guna mencapai target tersebut, PLN melakukan uji coba cofiring pada 26 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia.
Cofiiring merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batubara di PLTU. PLN berencana untuk dapat melakukan cofiring pada 52 lokasi PLTU Batubara eksisting sampai dengan tahun 2024.
Hingga awal tahun ini, PLN telah melakukan uji coba pada 26 unit PLTU di seluruh Indonesia. Jumlah ini akan terus bertambah sesuai roadmap yang telah ditetapkan. Sebanyak tujuh di antaranya telah berhasil beroperasi secara komersial, yakni, PLTU Paiton, Ciranjang, Ketapang, Sanggau, Pacitan, Suralaya dan Anggrek. Pada 2020, PLN menargetkan sebanyak 23 unit PLTU dapat beroperasi secara komersial.
Agung Murdifi, Executive Vice President Corporate Communications & CSR PLN, mengatakan bahwa PLN juga telah berhasil melakukan pengujian cofiring di PLTU Asam Asam yang dilaksanakan pada Unit 2 dengan kapasitas terpasang sebesar 65 Mega Watt (MW). PLTU Asam Asam merupakan penyuplai listrik besar di Kalsel dan Kalteng.
“Setelah evaluasi pelaksanaan ujicoba cofiring, ke depannya PLTU Asam Asam diharapkan dapat melanjutkan cofiring ke tahap komersil, sehingga dapat mendukung secara penuh Program Transformasi PLN dalam aspek Green,” kata Agung, Jumat(26/2).
Bahan bakar biomassa yang digunakan untuk proses pengujian cofiring PLTU Asam Asam Unit 2 adalah serbuk gergaji (sawdust). Serbuk gergaji tersebut diperoleh dari beberapa industri penggergaji kayu disekitar daerah Asam Asam.
Pengujian cofiring yang telah dilakukan dengan komposisi campuran sawdust sebanyak 3 persen dan 5 persen menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Parameter operasional peralatan tetap aman selama masa ujicoba dan emisi yang dihasilkan masih dibawah Baku Mutu Emis sesuai Permen KLHK No. 15 Tahun 2019.
Pembangkit EBT menghasilkan energi listrik yang ramah lingkungan. Gas Rumah Kaca (GRK) dan polutan seperti SO2, NOx, particulate matter, serta merkuri yang dihasilkan energi baru terbarukan lebih kecil dibandingkan energi fossil. Penelitian ilmiah membuktikan, bahwa GRK berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim, sedangkan polutan dari hasil pembakaran bahan bakar fosil berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Pengoperasian pembangkit EBT menjadi salah satu solusi dalam mengurangi dampak negatif tersebut.
“PLN akan terus berkomitmen untuk mendukung penuh penggunaan energi yang ramah lingkungan guna membantu menciptakan lingkungan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang,” tandas Agung.(RA)
Komentar Terbaru