JAKARTA- PT Bumi Resources Tbk (BUMI), emiten pertambangan batubara salah satu terbesar di Indonesia, mencatatkan rugi bersih yang dapat diatribusikan sebesar US$ 137,3 juta hingga kuartal III 2020 dibandingkan laba bersih US$ 76,1 juta (year-on-year/Y-o-Y).

Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris Perusahaan Bumi Resources, dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, menyebutkan tiga faktor penyebab kerugian Bumi hingga akhir September 2020.

Pertama, realisasi harga batubara pada year to date (Y-t-D) September 2020 turun sebesar 14%, yang dipicu oleh kondisi ekonomi global dan pasar yang negatif sehingga berimbas pada permintaan batu bara pada pasar utama Perseroan. Juga Pandemi Covid-19 yang berdampak pada negara-negara pengimpor batu bara.

Kedua, penurunan pada volume penjualan di year to date September 2020 sebesar 5% dibandingkan Y-t-D September 2019 karena terkoreksinya permintaan batu bara China dan India.

Ketiga, pembayaran pinjaman yang dilakukan perseroan sebesar US $ 331,6 juta secara tunai yang terdiri atas pokok Tranche A sebesar US$195,8 juta dan bunga sebesar US$135,8 juta (termasuk bunga akrual dan bunga yang belum dibayar) telah dibayarkan secara tunai sejak April 2018.

Penurunan laba Bumi sejatinya juga karena pendapaan perusahaan turun. Pendapatan Y-t-D September 2020 turun sebesar 19% menjadi US$2.773,9 juta dari US$3.413,6 juta (Y-o-Y) karena dua faktor, yaitu penurunan ealisasi harga penjualan batu bara sebesar 14% dan penurunan volume penjualan sebesar 5%, dan volume penjualan gabungan turun sebesar 3,1 juta ton, terutama di PT Arutmin Indonesia.

“Meskipun sektor ekonomi saat ini dalam kondisi merugikan dan dampak pandemi Covid-19 terhadap bisnis perseroan, pendapatan operasional perseroan tercatat sebesar US$156,9 juta- meskipun lebih rendah dari tahun lalu,” kata Dileep seperti dikutip dari Bursa Efek, akhir pekan lalu.

Di sisi lain, lanjut Dileep, penekanan maksimal telah dilakukan pada cost management pada Harga Pokok Penjualan turun sebesar 12% menjadi US$2.468,0 juta di Y-t-D September 2020 dibandingkan dengan US$2.816,7 juta di year to date September 2019.

“Beban juga turun sebesar 12% menjadi hanya sebesar US$149 juta vs US$169,3 juta tahun lalu pada periode sama,” katanya.

Closing inventory Bumi tercatat sebesar 3,3 juta ton pada akhir September 2020 vs 5,2 juta pada akhir September 2019. Hal ini mencerminkan efisiensi modal kerja.

Dileep mangatakan, meski kondisi pasar masih belum menentu, Bumi tetap optimistis dapat mempertahankan dan meningkatkan kinerja operasionalnya dalam jangka menengah.

Dengan adanya peraturan pemerintah yang baru saat ini, melalui Omnibus Law baru memungkinkan pemberian insentif pada proyek hilirisasi seperti gasifikasi batu bara – BUMI sudah menjadi pemasok batu bara yang ditunjuk untuk proyek metanol terdekat mulai 2023. (RA)