JAKARTA – Komisi VII DPR optimistis Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang baru menggantikan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba bisa tetap diterbitkan pada tahun ini, meskipun ada pendemik virus Corona atau Covid-19. Pembahasan revisi UU Minerba akan dilakukan dengan mengadopsi mekanisme penanganan Covid-19 yang dikeluarkan pemerintah.
Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR, mengatakan hingga kini Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang diserahkan pemerintah belum dibahas dengan optimal karena adanya wabah Covid-19. Namun Sugeng meyakini pembahasan akan segera dilanjutkan.
“Mestinya proses berlanjut. Setelah bab per bab, Pasal per pasal dan ayat per ayat, disinkronisasi okeh Timsin (tim sinkronisasi) dan juga Tim Perumus (Timus), maka dalam rapat internal Komosi VII Panja akan menggelar hasil kerjanya. Masing-masing fraksi mengemukakan pendapatnya dalam bentuk ‘Pandangan Umum Fraksi’ tentang draft UU Minerba,” kata Sugeng saat dihubungi, Senin (30/3).
Proses berikutnya lanjut Sugeng, jika seluruh fraksi menyetujui, maka kerja Panja akan ‘diterima’ sebagai draf UU Komisi VII, yang selanjutnya akan dilaporkan ke Pimpinan DPR, dalam rapat Bamus yang dihadiri seluruh Fraksi dan Komisi serta Pimpinan DPR.
“Dan bila seluruhnya menerima dan sepakat draf UU tersebut menjadi UU Minerba (insyatif DPR), maka, rapat Bamus akan mengagendakan Sidang Paripurna untuk memutuskan dan mengumumkan UU Minerba yang baru,” ungkap Sugeng.
Menurut Sugeng, Komisi VII akan segera melakukan rapat-rapat baik rapat internal, maupun rapat dengan mitra kerja seperti rapat kerja (Raker) maupun rapat dengar pendapat (RDP). Mekanisme dan tata cara rapat adalah tetap susuai dengan protokol penanggulangan Covid-19.
Untul itu, Komisi VII akan melakukan rapat dengan cara ‘Video Conference’ atau juga disebut ‘Rapat Virtual’. Rencana ini telah disambut baik penuh antusias oleh dua (sementara) kementerian sebagai mitra kita, yakni Kementrian ESDM dan Kementrian Ristek, serta lembaga-lembaga non kementrian lainnya.
Lebih lanjut Sugeng menuturkan, optimisme terhadap penyelesaian pembahasan revisi UU Minerba karena sebelum memasuki masa reses, Panja UU Minerba sudah melaksanakan pembahasan DIM yang berjumlah 938 DIM. Bahkan bersama pemerintah telah pula melakukan ‘sinkronisasi’ dalam tata atur perundangan (legal draft).
Dia mengakui banyai pihak yang bertanya-tanya dengan kecepatan pembahasan DIM kali ini. Apalagi pada periode sebelumnya DIM belum sempat dibahas padahal untuk Revisi UU telah keluar Surpres (Surat Presiden), yang isinya memuat, kementerian-kementerian (dari unsur Pemerintah) yang terlibat dalam pembahasan UU Minerba. “Konon kabarnya, keluarnya Surpres berproses agak panjang, dengan perlunya sinkronisasi dua kementerian, yakni Kementrian ESDM dan Perindustrian,” kata Sugeng.
Sugeng menegaskan bahwa Panja yang terdiri dari unsur Komisi VII dan Pemerintah membahas DIM dengan cermat dan intens. “Terjadi perdebatan-perdebatan sengit dalam rapat-rapat Panja. Perlu diketahui, DIM yang berjumlah 938 tersebut tidak semua berupa perubahan pasal dan atau ayat. Ingat, UU Minerba merupakan ‘revisi’ dari UU Nomor 4 Tahun 2009. Ada pasal dan ayat yang berubah, ditambah, dihapus, tapi banyak sekali juga pasal/ayat yang tetap,” katanya.
Penyusunan DIM juga dilakukan sangat intens, disusun Komisi VII periode lalu, tepatnya dimulai pada 2015, ketika diputuskan revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 menjadi inisiatif DPR, dalam hal ini Komisi VII. Ketika itu dibentuklah Panja RUU Minerba, dan selanjutnya melakukan kegiatan-kegiatan, sebagaimana tata cara penyusunan UU yang diatur juga dengan undang-undang.
“Diantaranya melakukan uji plublik, yang melibatkan masyarakat luas, berbagai unsur stakeholder seperti pemerintah, ahli, ikatan profesi, kampus, pelaku usaha (BUMN dan Swasta), Pemda, LSM, dan lainnya,” kata Sugeng.
Poin penting dalam revisi UU Minerba adalah terkait peran serta negara dalam pengelolaan sumber daya alam melalui Badan Usaha Milim Negara (BUMN), bukan terfokus pada luasan wilayah yang akan dikelola oleh badan usaha yang mendapatkan hak kelola wilayah tambang habis kontrak.
Secara normatif pembahasan revisi UU bisa dilakukan tiga masa sidang. Jika itu terlaksana maka butuh waktu paling tidak sampai akhir 2020. Padahal ada tujuh Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi pertama yang sudah mulai habis kontraknya.
Tujuh pemegang izin PKP2B akan habis masa kontraknya hingga 2025 mendatang. Selain Arutmin pada November 2020 enam perusahaan lainnya adalah PT Kendilo Coal Indonesia pada September 2021, PT Kaltim Prima Coal pada Desember 2021, PT Multi Harapan Utama pada April 2022, PT Adaro Indonesia pada Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung pada Maret tahun 2023 dan PT Berau Coal pada April 2025.(RI)
Komentar Terbaru