JAKARTA – Teknologi penangkap karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) di industri hulu migas merupakan suatu keniscayaan ditengah dorongan green energy dan target Net Zero Emission. Apalagi di Indoensia telah terbut Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Ada dua blok migas yang saat ini pengembangannya ternyata bergantung pada implementasi CCUS tersebut, yakni blok Masela serta blok Sakakemang. Repsol sebagai operator di blok Sakakemang sendiri telah mendapatkan persetujuan rencana pengembangan atau Plan od Development (POD) dari pemerintah tapi hingga kini belum ada progres signifikan dari pengembangan lapangan gas tersebut.
Benny Lubiantara, Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengatakan penambahan fasilitas CCUS ke dalam rencana pengembangan (POD) proyek Abadi LNG Blok Masela dan Blok Sakakemang sudah dilakukan.
Pemerintah sendiri telah menyetujui rencana pengembangan (POD) dengan menggunakan CCUS di proyek Lapangan Ubadari dan Vorwata di Papua Barat yang merupakan bagian dari wilayah pengelolaan BP.
“Memang yang baru kita setujui tahun lalu POD Ubadari di Tangguh. Ke depan akan banyak POD yang memasukkan scope ini, yang kita identifikasi Abadi Masela kemudian Sakakemang yang lakukan internal diskusi,” kata Benny dalam konferensi pers secara virtual belum lama ini di Jakarta.
Pentingnya keberadaan CCUS ini bisa dilihat dari belum berjalannya proses pengalihan Participatin Interest (PI) blok Masela. Shell sebagai salah satu anggota konsorsium pengelola blok Masela bersama dengan Inpex Corporation telah menyatakan untuk menjual PI-nya kepada pihak lain namun hingga kini pengalihan itu belum terlaksana.
Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, menjelaskan pengalihan saham Sehll di Blok Masela hingga saat ini masih belum terlaksana lantaran belum adanya pembeli yang serius untuk masuk menggantikan perusahaan asal Belanda tersebut.
“Kita masih menekankan terus operator menjalankan POD. Jadi ini kita sedang melanjutkan diskusi terus dengan Inpex, shell masih akan di sana. Hal ini karena divestasi yang ditargetkan terjadi pada akhir 2021 tidak terlaksana,” ujarnya.
Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan CCUS juga jadi salah satu syarat jika Shell mau hengkang dari proyek Masela. Tren energi bersih membuat CCUS jadi fasilitas yang wajib disediakan jika blok Masela mau dikembangkan.
“Shell baru bisa jual (PI) kalau PoD direvisi dengan memasukan CCUS. Itu lagi kita kaji. Kalau ngga jualannya susah nanti dianggap produk (gas) ngga hijau,” kata Fatar Yani kepada Dunia Energi belum lama ini.
Inpex sebagai operator blok Masela, kata Fatar Yani memang sempat menyerahkan jumlah biaya yang diperlukan untuk membangun CCUS tapi menurut dia masih perlu direvisi serta harus juga disertai komitmen berupa perjanjian atau semacam Momerandum of Understanding (MoU) seperti yang dilakukan oleh BP baru-baru ini yang juga telah menyepakati akan membangun fasilitas CCUS di lapangan Tangguh.
Menurut Fatar Yani, MoU tersebut penting agar kajian yang dilakukan oleh operator benar-benar dilakukan. Di sisi lain kajian juga perlu dilakukan karena implementasi CCUS di tanah air baru pertama kali diterapkan.
“Inpex perlu bikin MoU karena kenapa ini kan masih baru masih dikaji nanti salah malah menghambat,” ujar Fatar Yani.
Komentar Terbaru