JAKARTA – PT Pertamina (Persero) membuka peluang untuk mencari mitra tambahan guna mengembangkan green refinery yang akan menghasilkan bahan bakar nabati (BBN) ramah lingkungan. Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan peluang untuk menggandeng mitra tetap terbuka lebar karena Pertamina berencana membangun lebih dari satu green refinery. Green refinery nantinya minimal harus tersedia di tiga wilayah utama di Indonesia, yakni bagian barat, tengah dan timur.
“Kami bikinnya kan bukan cuma satu (kilang), nanti kan harus ada di Indonesia bagian barat, tengah dan timur. Jadi kami terbuka (kesempatan mitra lain),” kata Nicke ditemui disela peringatan Hari Listrik Nasional di Jakarta, Rabu (9/10).
Untuk bagian barat saat ini Pertamina tengah mengembangkan green refinery bersama dengan mitra usahanya, yakni ENI, perusahaan asal Italia. Saat ini proses pembangunan masih dalam finalisasi design.
Menurut Nicke, Pertamina belum ada niatan untuk mencari mitra sebagai pengganti ENI. “Sementara masih sama (ENI) karena sedang finalisasi tahap design,” ujarnya.
Pada tahun lalu Pertamina telah menandatangani Head of Joint Venture Agreement untuk pengembangan green refinery di Indonesia serta Term Sheet Crude Palm Oil (CPO) processing. ENI sudah berpengalaman sejak 2014 untuk menghasilkan HVO (Hydrotreated Vegetable Oil) yang bisa digunakan sebagai campuran bahan bakar mesin diesel.
Green refinery rencananya akan mampu mengolah CPO 20 ribu barel per hari (bph) dan menghasilkan green diesel 17,8 ribu bph. Perkiraan investasi untuk opsi ini yakni US$ 616 juta untuk fasilitas ISBL, palm oil treatment, steam reformer, utilities, tangki, dan lainnya.
Sambil berusaha memenuhi syarat yang diajukan ENI, Pertamina saat ini masih menyusul kajian kelayakan feasibility study dan ditargetkan selesai akhir 2019. Green refinery nantinya diproyeksi dapat mengolah CPO 8,7 juta ton per tahun dan menghasilkan green diesel 47,6 juta barel
Saat ini Pertamina masih harus memenuhi beberapa syarat administratif yang masih diajukan oleh ENI terutama adalah sertifikasi penggunaan minyak kelapa sawit atau palm oil. Salah satu sertifikat penting yang biasanya harus dimiliki badan usaha yang penggunaan kelapa sawit untuk green refinery adalah CPO yang digunakan harus memperoleh International Sustainability and Carbon Certification (ISCC).(RI)
Komentar Terbaru