JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menyatakan produksi gas dari kawasan Kalimantan bagian timur (East Kalimantan) akan dikurangi (curtailment) oleh kontraktor yang beroperasi di sana. Hal ini lantaran rendahnya serapan gas sehingga jika terus diproduksi maka tidak akan ada yang menyerap dan justru merugikan.
Julius Wiratno, Deputi Operasi SKK Migas, mengatakan tidak semua operator melaporkan akan menurunkan produksi. Hingga kini yang sudah melaporkan rencana kerja tersebut adalah ENI melalui anak usahanya ENI Muara Bakau BV, operator Lapangan Jangkrik, Blok Muara Bakau.
“Curtailment di East Kalimantan yakni dari ENI Muara Bakau karena ada beberapa kargo yang nggak bisa terpasarkan di Juli-Agustus,” kata Julius kepada Dunia Energi, Jumat (26/6).
Julius menegaskan pelaksanaan curtailment dilakukan secara bertahap. Namun, volume produksi yang dikurangi mencapai 170 juta kaki kubik per hari (MMscfd). “Untuk menghindari top tank harus mulai cutailment bertahap. Sekitar 170 MMscfd (volume penguranannya),” ujar Julius.
Lebih lanjut dia menuturkan dalam kondisi normal biasanya ENI bisa memproduksi gas mencapai 600 MMscfd yang langsung dipasok ke Kilang Badak NGL untuk kemudian diolah menjadi LNG.
Menurut Julius, potensi pengurangan produksi tetap ada selama serapan gas rendah, tapi sampai sekarang belum ada kontraktor lainnya yang berencana melakukan curtailment.
PT Pertamina Hulu Mahakam, kata Julius juga berpotensi melakukan curtailment.
“Belum ada yang lain, kandidat berikutnya kelihatannya PHM tapi belum due, atau masih bisa di-manage,” kata Julius.
Berdasarkan data SKK Migas, lifting gas terus menurun. Pada Mei 2020, misalnya, lifting hanya mencapai 5.253 MMscfd atau 10.45% lebih rendah dibandingkan realisasi lifting/salur gas pada triwulan pertama 2020 yang mencapai 5.866 MMscfd. Sedangkan jika dibanding dengan target APBN 2020 sebesar 6.670 MMscfd maka realisasi lifting atau salur gas dibulan Mei 2020 hanya mencapai 79%.
Serapan gas oleh pembeli domestik terutama PT PLN (Persero) juga turun. Hal yang sama terjadi pada sektor industri pada Mei 2020 yang masih disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap terbatasnya pergerakan barang dan orang sehingga banyak pabrik mengurangi kegiatan operasinya atau bahkan harus menghentikan produksi sementara.
Hal tersebut berdampak terhadap berkurangnya konsumsi energi pada sektor industri. Kondisi penurunan kebutuhan energy pada industri, komersial dan perkantoran selama COVID-19 ini juga berdampak terhadap kebutuhan energy oleh PLN.(RI)
Komentar Terbaru