JAKARTA – Pemerintah Indonesia menyatakan telah melakukan berbagai upaya dalam menangani permasalahan akibat penggunaan dan emisi merkuri. Upaya tersebut dilakukan dengan berpedoman pada Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM), yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 tahun 2019. Sejak implementasi RAN PPM dilakukan, Indonesia telah berhasil menurunkan penggunaan merkuri sebanyak 374,4 kg di sektor industri lampu dan baterai, mengendalikan 710 kg emisi merkuri dari pembakaran pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batubara sebagai sumber energinya, mengurangi 4.700 kg merkuri pada sektor kesehatan melalui penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri dari fasilitas kesehatan.
Khusus untuk sektor Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), melalui pelarangan penggunaan merkuri pada PESK dan pembangunan fasilitas pengolahan emas non-merkuri, jumlah penggunaan merkuri yang berhasil diturunkan mencapai 12,4 ton.
“Upaya ini juga diikuti dengan pelarangan impor dan distribusi merkuri kepada para penambang emas skala kecil, mengembangkan teknologi pengolahan emas tanpa merkuri yang lebih efektif dan ekonomis, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis kearifan lokal melalui upaya alih mata pencaharian bagi penambang,” ungkap Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dalam Conference of the Party 4.1 (COP 4.1) Minamata Convention on Mercury yang diselenggarakan dari tanggal 1 – 5 November 2021 secara virtual.
Sebagai upaya antisipasi terhadap tantangan pencemaran merkuri di masa depan, Indonesia telah membangun laboratorium merkuri dan metrologi lingkungan, guna mendukung program pengurangan dan penghapusan merkuri melalui pengujian dan penelitian. Kedepannya, fasilitas laboratorium ini akan menjadi salah satu “centre of excellence of mercury” tidak hanya di regional Asia Tenggara, tetapi di Asia Pasifik.
“Harapannya, dengan berbagai upaya holistik yang telah dan akan dilakukan, Indonesia bisa terbebas dari merkuri pada 2030,” kata Siti Nurbaya.
Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelola Sampah Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK sekaligus Presiden Konvensi COP 4 Minamata, menjelaskan salah satu tujuan utama dalam COP 4.1 Konvensi Minamata adalah mengadopsi keputusan program kerja dan anggaran, serta penentuan tanggal pelaksanaan COP 4.2, serta hal-hal bersifat substantif yang akan dibahas dalam COP 4.2 di Bali.
Menurutnya, COP 4.1 Konvensi Minamata juga difokuskan pada pembahasan hal-hal mengenai masalah organisasi dan bersifat administratif, seperti pembahasan programme of work and budget, effectiveness evaluation, national reporting, financial resources and mechanism, penentuan tanggal pelaksanaan COP 4.2 Konvensi Minamata, serta penentuan lokasi dan tanggal pelaksanaan COP 5.
“Dengan Indonesia sebagai tuan rumah konvensi Minamata akan menunjukkan bahwa Indonesia mampu dan menang dalam diplomasi tingkat global serta menunjukkan bahwa Indonesia sudah serius dalam penanganan merkuri,” ujar Rosa.
Monika Stankiewicz, Sekretaris Eksekutif Konvensi Minamata Mengenai Merkuri, menyampaikan pertemuan COP 4.1 Konvensi Minamata ini merupakan selebrasi komitmen global untuk mengakhiri polusi merkuri, baik terhadap lingkungan dan juga pajanan ke manusia. “Pertemuan ini menjadi langkah penting dalam upaya implementasi konvensi secara kolektif, dan juga menjadi kebutuhan yang sangat penting untuk negara berkembang dalam ekonomi transisi dalam mengakses pendanaan,” ujar Monika.
Muhsin Shihab, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Luar Negeri, mengatakan Indonesia akan berupaya mendorong diadopsinya Deklarasi Bali yang bertujuan untuk penghapusan perdagangan ilegal merkuri di dunia dalam COP 4.2 Minamata. “Deklarasi bali ini akan menjadi kontribusi nyata Indonesia terhadap proses penghapusan, sekaligus menjadi testimoni kepemimpinan Indonesia di diplomasi lingkungan hidup,” kata Muhsin Shihab.
Inger Andersen, Direktur Eksekutif UNEP, menambahkan pertemuan COP 4 Konvensi Minamata ini harus dilihat sebagai kesempatan bagi secretariat Konvensi Minamata dan seluruh negara anggotanya untuk mendorong implementasi terpadu lintas agenda lingkungan internasional. “Konvensi Minamata ini akan menentukan sebuah langkah besar dan penting yang perlu diambil oleh kita semua dalam upaya membuat planet ini sehat kembali,” kata Inger.
Konferensi internasional ke-4 Para Pihak Konvensi Minamata tentang Merkuri telah dibuka pada Senin (1/11), dengan Indonesia sebagai tuan rumah (host). Pertemuan ini dihadiri oleh kurang lebih 600 peserta yang berasal perwakilan 135 negara pihak Konvensi Minamata.
Penyelenggaraan COP-4 Konvensi Minamata ini akan diselenggarakan dua tahap. Tahap pertama yaitu COP-4.1 yang diselenggarakan secara online/daring pada tanggal 1-5 November 2021 dari Jakarta, atau disebut Online Segment. Kemudian tahap kedua, COP-4.2 In-Person Segment rencananya akan diselenggarakan secara tatap muka/luring pada tanggal 21-25 Maret 2022 di Provinsi Bali.(RA)
Komentar Terbaru