JAKARTA – PT Pertamina Power Indonesia atau Subholding New and Renewable Energy Pertamina (PNRE)  menargetkan kapasitas terpasang energi bersih 10 GW pada tahun 2026 yang dicapai dari bisnis gas to power, renewable energy, dan sejumlah inisiatif pengembangan energi lainnya. Dalam PNRE terdapat tiga entitas, yaitu Pertamina Geothermal Energy (PGE), Jawa Satu Power (JSP), dan Jawa Satu Regas (JSR).

Dicky Septriadi, Sekretaris Perusahaan Pertamina Power Indonesia atau sebagai PNRE, mengungkapkan bahwa untuk mencapai target kapasitas terpasang diperlukan dana yang tidak sedikit. “Dengan target 10 GW kami ada proyeksi di sekitaran US$12 miliar (investasi),” kata Dicky disela diskusi bersama media, Kamis (1/7).

Dannif Danusaputro, Chief Executive Officer Sub-holding PNRE, mengatakan untuk mengawal transisi energi, PNRE memiliki aspirasi energi bersih dengan kapasitas terpasang 10 GW pada tahun 2026, yang merupakan konsolidasi dari gas to power, renewable energy termasuk di dalamnya geothermal, serta beberapa inisiatif baru lainnya. “Antara lain pilot project EV ecosystem dan hidrogen,” ujar Dannif.

Adapun secara detail 10 GW pada tahun 2026 antara lain terdiri dari 6 GW pada lini bisnis gas to power, 3 GW renewable energy, dan 1 GW adalah inisiatif EBT lainnya seperti pengembangan EV ecosystem dan energi hidrogen.

Pada bisnis gas to power, yang saat ini sudah ada di dalam pipeline antara lain PLTGU Jawa-1 berkapasitas 1,8 GW dengan kemajuan proyek mencapai 97 persen; proyek IPP di Bangladesh berkapasitas 1,2 GW; serta proyek-proyek penyediaan listrik berbasis gas uap baik di dalam maupun luar negeri. Untuk bisnis renewable energy, kontribusi signifikan berasal dari geothermal yang dikelola oleh PGE dengan target kapasitas terpasang 1,1 GW pada tahun 2026. Sementara 1,9 GW berasal dari PLTS, PLTBg, smart grid, dan pembangkit listrik EBT lainnya.

Dannif menuturkan PNRE juga tengah mengembangkan beberapa inisiatif, antara lain green dan blue hydrogen, serta EV ecosystem yang ditargetkan mencapai 1 GW pada tahun 2026.

Untuk mencapai 10 GW pada tahun 2026, PNRE tidak saja mengerjakan proyek EBT di dalam Pertamina Group ataupun di dalam negeri tapi juga menjajaki ekspansi bisnis di luar negeri.

Transisi energi yang dikawal oleh PNRE bermuara pada komitmen Pertamina untuk mendukung pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% pada tahun 2030. Sub-holding PNRE bersama sejumlah perusahaan Jepang, LEMIGAS, dan ITB menandatangani kesepakatan untuk melakukan studi bersama pengembangan teknologi carbon capture, utilization, and storage (CCUS) di lapangan migas Sukowati dan Gundih. CCUS merupakan teknologi bersih yang memungkinkan penangkapan CO2 agar tidak lepas ke atmosfer.

Bentuk komitmen Pertamina tersebut salah satunya adalah dengan memenuhi kebutuhan listrik dari pembangkit listrik EBT di wilayah-wilayah kerja Pertamina. Dalam hal ini, PNRE telah melakukan kolaborasi dengan sub-holding lain ataupun afiliasi Pertamina lainnya untuk menyediakan kebutuhan tersebut, antara lain PLTS Badak dengan kapasitas 4 MW serta SPBU Pertamina dengan kapasitas 257 KW. Dan proyek-proyek EBT yang saat ini sedang berjalan antara lain PLTS Dumai berkapasitas 2 MW dan PLTS Cilacap berkapasitas 2 MW.

PNRE saat ini juga sedang terus melaksanakan proyek PLTS di SPBU Pertamina yang tersebar di wilayah nusantara. Untuk proyek ini, PNRE memiliki ambisi menyediakan PLTS di 1000 SPBU Pertamina. Tidak saja dalam Pertamina Group, penyediaan pembangkit listrik EBT juga dilakukan di sejumlah wilayah, antara lain PLTBg Sei Mangkei dengan kapasitas 2,4 MW, serta PLTBg Kwala Sawit dan Pagar Merbau dengan kapasitas 2×1 MW.

“Selain itu seperti diketahui, PNRE bersama MIND ID, Antam, dan PLN tergabung dalam Indonesia Battery Corporation (IBC), holding BUMN yang bergerak di industri baterai dari hulu ke hilir,” kata Dannif.(RI)