JAKARTA – PT Pertamina (Persero) memproyeksikan potential loss atau berpotensi kehilangan pendapatan hingga Rp 3,9 triliun pada dua bulan pertama 2018 seiring penugasan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar. Pertamina nantinya harus menanggung selisih harga jual yang dibawah harga keekonomian akibat tidak adanya penyesuaian harga jual ditengah kenaikan harga minyak dunia.
Muchamad Iskandar, Pelaksana Tugas Direktur Pemasaran Retail Pertamina, mengatakan jika dihitung total potensi tambahan biaya hingga Februari 2018 secara formula potensial loss dari penugasan Premium dan Solar yang tidak termasuk Jawa mencapai Rp3,49 triliun.
“Kalau ditambah Premium penugasan Jamali itu Rp3,9 triliun. Estimasi sampai Desember kami prediksi tidak ada penurunan harga crude tinggal dikali enam saja. Pada saat nanti lebaran biasanya permintaan naik juga dari rata-rata bulan biasa,” kata Iskandar dalam rapat kerja Pertamina dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (19/3).
Jika harga minyak dunia secara rata-rata tetap seperti sekarang, maka secara total Pertamina berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp24,4 triliun sepanjang 2018.
Pertamina dalam kajiannya mengungkapkan jika formula harga dasar dijalankan maka harga BBM jenis premium penugasan adalah 103,92% HIP bensin RON 88 + Rp 830 per liter + 2% harga dasar maka harga dari April hingga Juni 2018 seharusnya dipatok sebesar Rp 8.600 per liter. “Sedangkan kenyatannya kan masih di Rp6.450 per liter selisih 2.150 per liter,” ungkap Iskandar.
Untuk BBM jenis tertentu, Solar formula harganya adalah 102,38% HIP minyak solar + Rp 900 per liter maka seharusnya harga solar Rp8.350 per liter.
“Tapi sampai sekarang masih Rp 5.150 per liter ini sudah termasuk pengurangan subsidi Rp 500, jadi selisih Rp3.200 per liter,” kata Muchamad.
Pemerintah sudah akan mengajukan penambahan subsidi BBM jenis Solar ke DPR sebesar Rp500, sehingga jika disetujui total subsidi menjadi sebesar Rp 1.000 per liter.
Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan subsidi harus ditambah saat daya beli tidak baik, mekanisme pemberian subsidi yang harus ditetapkan pemerintah. Ada dua mekanisme yang bisa dipilih, yakni secara langsung ke masyarakat atau diberikan melalui badan usaha.
Jika subsidi langsung maka harga BBM harus disesuaikan dengan formula, sehingga tidak memberatkan badan usaha. Sebaliknya jika badan usaha yang disubsidi maka harga BBM tidak boleh naik.
“Kalau menaikkan sesuai formula memberatkan rakyat. Pilihan pemerintah ya antara menaikan harga BBM dan berikan bantuan langsung, atau dengan tambahan subsidi ke Pertamina,” tandas Herman.(RI)
Komentar Terbaru