JAKARTA – Pemerintah menjanjikan akan segera menambah subsidi ke PT Pertamina (Persero) guna merespon kenaikan harga minyak dunia tanpa diikuti dengan kebijakan penyesuaian harga BBM. Nantinya pembahasan subsidi tetap harus melalui pembahasan dengan DPR karena akan menggunakan cadangan fiskal.
Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan pada setiap penganggaran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) terdapat anggaran cadangan fiskal. Salah satu contoh usulan tambahan alokasi dana cadangan risiko fiskal 2019, dari semula Rp5 triliun di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 menjadi Rp9 triliun. Saat ini DPR masih menantikan usulan penambahan cadangan fiskal tersebut dari pemerintah.
“Dana cadangan risiko fiskal tersebut ditambah guna mengantisipasi perubahan asumsi fiskal, seperti perubahan harga minyak, produksi minyak dan gas. Serta biaya penggantian (cost recovery) migas,” kata Herman kepada Dunia Energi, Selasa (22/5).
Ego Syahrial, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebelumnya mengatakan sumber penambahan subsidi tersebut bisa menggunakan cadangan devisa negara. Pasalnya, jika melalui mekanisme perubahan APBN harus melalui proses pembahasan ulang dengan DPR dan akan kembali memakan waktu.
Menurut Herman, cadangan devisa adalah aset yang dimiliki oleh bank sentral dan otoritas moneter, biasanya dalam mata uang cadangan yang berbeda, sebagian besar dolar Amerika Serikat, dan pada tingkat lebih rendah Euro, Poundsterling, dan yen Jepang, dan digunakan untuk mendukung kewajibannya, misalnya, mata uang lokal yang dikeluarkan, dan berbagai cadangan bank yang disimpan pada bank sentral, oleh pemerintah atau lembaga keuangan.
Dengan adanya perubahan postur dalam APBN maka pembahasan subsidi bersama DPR tidak bisa dihindarkan. “Sudah jelas (persetujuan DPR),” tegas Herman.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengungkapkan pemerintah harus segera berkonsultasi dengan DPR jika berniat untuk menambahkan subsidi kepada Pertamina.
Pemerintah berencana menambahkan subsidi Solar yang saat ini Rp500 per liter menjadi Rp 1.500 per liter atau bertambah Rp1.000 per liter.
“Untuk subsidi (fiskal) harus tetap melalui mekanisme fiskal. Setiap kebijakan terkait APBN pasti harus melalui persetjuan DPR,” ungkap Komaidi.
Ego Syahrial saat dikonfirmasi kembali menyatakan bahwa keputusan tambahan subsidi berada di tangan Kementerian Keuangan. Dia menjelaskan mekanisme usulan tambahan subsidi Solar merupakan domain Kementerian Keuangan, termasuk opsi mekanisme yang akan digunakan.
“Kementerian ESDM mendukung dan akan mengikuti Kementerian Keuangan terkait hal tersebut,” tandas Ego.(RI)
Komentar Terbaru