JAKARTA – Pemerintah menargetkan hampir semua bijih nikel yang diproduksi bisa langsung diolah di dalam negeri pada 2022 mendatang. Saat ini hanya setengah dari total produksi nikel yang bisa diolah atau diserap oleh fasilitas pengolahan atau pemurnian (smelter).
Yunus Saefulhak, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan kapasitas produksi bijih nikel indonesia setiap tahun bisa mencapai 60 juta ton. Tingginya produksi tersebut sayangnya tidak diimbangi dengan penyerapan nikel dalam negeri.
“Smelter ini bisa menyerap sampai sekitar 30 juta ton kapasitas inputnya. Kemudian produksi kita itu sekitar 60-an juta ton. Ini bagaimana? Supply demand;-nya tidak seimbang,” kata Yunus disela konferensi pers virtual, Senin (20/7).
Menurut Yunus, melihat kondisi tersebut pemerintah menargetkan dua tahun dari sekarang serapan nikel dalam negeri akan jauh lebih meningkat. “Kami sendang merencanakan pengembangan smelter berikutnya. Ada untuk nikel, jumlah total sekitar 29 smelter. Kalau itu jadi tahun 2022 tentunya akan menambah kapasitas i(olahan nikel),” ungkap dia.
Selain itu, penyerapan nikel juga akan semakin meningkat khususnya nikel kadar rendah atau dibawah 1,5% dengan digunakannya teknologi Hydrometalurgi atau HPAL.
Yunus mengklaim progres pengembangan HPAL sudah mencapai 40%, bahkan ada yang lebih. Jika smelter dan teknologi tersebut sudah berjalan lancar maka pemerintah menargetkan volume nikel yang diolah di dalam negeri akan bertambah sebesar 29 juta ton per tahun.
Untuk itu pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor nikel karena sejalan dengan itu ada smelter-smelter yang sedang dibangun. Dengan penambahan kapasitas, volume pengolahan nikel tersebut maka suplai dan permintaan akan nikel dalam negeri akan menjadi seimbang.
“Kalau nanti sudah jadi 2022, maka akan meneyrap sekitar 29 juta ton. Kapasitas input dari semelter yang sedang dibangun, dan kapasitas smelter dari HPAL, untuk memproses nikel kadar rendah yang menghasilkan nikel sulfat sama kobalt sulfat. Saya kira nanti keseimbangan akan terjadi ketika 2022 antara produksi tambang dan kapsitas input dari pada smelternya,” kata Yunus.(RI)
Komentar Terbaru