JAKARTA – Beberapa bulan terakhir banyak masyarakat dibuat gerah lantaran tagihan listrik yang membengkak. Bahkan, pada tagihan Mei 2020 lonjakan tagihan berkali-kali lipat. Berbagai spekulasi muncul, mulai dari kecurangan PT PLN (Persero) yang menaikan tarif listrik sekitar hingga subsidi silang yang dilakukan untuk membiayai program insentif bagi pelanggan subsidi, baik yang bertegangan 450 VA maupun 900 VA.
Manajemsn PLN pun buka suara dan menampik berbagai tuduhan yang dilontarkan masyarakat.
Bob Saril, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan, mengungkapkan kenaikan tagihan listrik masyarakat disebabkan kenaikan konsumsi listrik pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Maret hingga Mei 2020.
Pada masa PSBB petugas PLN tidak ke rumah pelanggan untuk melakukan pencatatan listrik. Akhirnya PLN memakai acuan rata-rata listrik tiga bulan terakhir.
“Padahal pada masa PSBB, semua kegiatan masyarakat ada di rumah, jadi sebenarnya konsumsi listrik mereka bertambah. Namun tidak kami tagihkan pada Maret dan April kemarin,” ujar Bob saat konferensi pers virtual, Sabtu (6/6).
Bob menuturkan, saat masa PSBB, setelah menggunakan skema penghitungan tagihan listrik dari tagihan tiga bulan sebelumnya memang memunculkan selisih antara realisasi konsumsi listrik dan tagihan yang dikenakan. Selisih tersebut nantinya akan ditagihkan pada rekening Juni melalui pencatatan riil, baik oleh petugas maupun verifikasi laporan mandiri pelanggan.
Menurut Bob, PLN menjaga tranparansi karena meteran berada di rumah pelanggan. PLN bahkan telah menyiapkan mekanisme baru dalam penagihan. Ketika ada peningkatan penggunaan lebih dari 20% dari keadaan rata-rata normal maka tagihan dengan beban yang melebihi rata-rata tersebut akan dipindahkan ke tiga bulan berikutnya secara proporsional. Artinya masyarakat mencicil kelebihan daya yang sesuai dengan pemakaian selama masa PSBB selama tiga bulan terhitung mulai rekening Juli 2020.
Berdasarkan simulasi jika seorang pelanggan memiliki tagihan rata-rata selama tiga bulan sebelumnya sebesar Rp 1 juta, karena ada lonjakan penggunaan listrik membuat pelanggan tersebut memiliki tagihan listrik sebesar Rp 1,5 juta pada bulan Juni. Peningkatan Rp 500 ribu itu 50% naik dari tagihan bulan Mei atau sudah diatas batas 20% lonjakan konsumsi listrik bulan-bulan sebelumnya yang diakumulasikan.
Dengan mekanisme carry over maka pelanggan cukup membayar Rp1,2 juta. Atau ditambah Rp 200 ribu atau 40% dari selisih Rp 500 ribu yang di-carry over. Sementara 60% sisanya akan ditagihkan pada tiga bulan selanjutnya. Sehingga pada rekening Juli dan dua bulan berikutnya, pelanggan diharuskan mencicil sisa tagihan yang di-carry over dari Juni yakni Rp100 ribu per bulannya.
“Rekening Juli nanti bukan karena PLN menaikan tarif tapi karena di carry over dari bulan sebelumnya itu,” kara Bob.
Syofvi Roekman, Direktur Human Capital Management, menuturkan mekanisme ini tentu akan berdampak pada kondisi keuangan PLN, namun cara ini dilakukan agar masyarakat tidak terlalu terbebani atas peningkatan konsumsi listrik. “Jelas akan berdampak kepada finansial PLN,” kata Syofvi.
Dia juga menegaskan kebijakan menaikkan tarif merupakan kewenangan pemerintah dan bukan domain PLN, sehingga saat ini tarif listrik yang dibebankan ke pelanggan masih sama.
“Prinsipnya kami tidak pernah melakukan adjustment terhadap tarif listrik karena itu domainnya pemerintah, bukan domain PLN. Kami enggak lakukan subsidi silang. Dan kami enggak pernah memanipulasi pembacaan meter dan sebagainya,” tegas Syofvi.(RI)
Komentar Terbaru