GEJOLAK harga minyak telah membuat perusahaan-perusahaan migas dalam tekanan. Berbagai upaya pun dilakukan untuk bisa tetap bertahan dan berkembang, salah satunya melalui efisiensi. Tidak terkecuali bagi PT Saka Energi Indonesia, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk di sektor hulu migas.
Perusahaan yang pada enam bulan pertama 2017 membukukan pendapatan US$210,66 juta, naik 59% dibanding periode yang sama tahun lalu US$132,85 juta juga melakukan berbagai upaya efisien untuk tetap bisa survive.
Saka saat ini mengelola sepuluh PSC di Indonesia dan satu blok shale gas di Amerika Serikat, tiga di antaranya dioperasikan sepenuhnya oleh Saka dengan kepemilikan hak partisipasi 100%. Ketiga PSC tersebut adalah Pangkah, South Sesulu dan Wokam II.
Disisi lain, sebagai anak usaha PGN, rencana pembentukan induk usaha BUMN migas juga akan berpengaruh terhadap Saka Energi.
Untuk mengetahui sejauh mana upaya-upaya yang dilakukan Saka Energi menghadapi kondisi sektor minyak dan gas dan rencana pembentukan holding BUMN migas, wartawan Dunia Energi, Yurika, Rio Indrawan dan Alfian mewawancarai Komisaris Utama Saka Energi, Susilo Siswoutomo di Jakarta, baru-baru ini. Berikut kutipannya:
Bagaimana prospek Saka Energi ke depan jika melihat kondisi sektor minyak dan gas yang secara global masih fluktuatif?
Dalam kondisi industri migas yang terpuruk karena harga, ada banyak faktor yang berpengaruh. Hanya mereka-mereka yang efisien, professional, dan action oriented, yang akan survive. Dengan harga minyak, US$25, US$30, US$40 per barel, you cannot afford melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak efisien. Baik dari segi teknis maupun non teknis. Ujung-ujungnya kita bisa memonitor SOP (standard operation procedure), cara bertindak.
Saya berharap Saka Energi bisa seperti Empala. Empala itu kijang yang lincah kesana kemari. Tidak terlalu gemuk, tidak terlalu kurus, sehingga bisa manuver kesana kemari. Karena dengan cara itulah kita akan bertahan.
Berpikir harus out of the box, kemudian mengefisienkan, memanfaatkan secara efektif kompetensi maupun profesinalisme dari SDM Saka. We challenge, we discussed, thinking out of the box.
Upaya efisiensi seperti apa yang dilakukan Saka Energi?
Sebagai contoh kalau melakukan pemboran, biasa dilakukan 1,5 tahun bahkan lebih. Kami melakukan hanya enam bulan, secara bersama-sama. Kita cari titik masalah dan melakukan seefisien mungkin, termasuk pengadaan, schedule-nya, macam-macam. Sehingga kita bisa cut cost.
Kalau semakin lama kita ngebor bisa semakin mahal, satu hari saja bisa US$ 100 ribu atau Rp 1,3 miliar. Bisa dibayangkan, kalau molor setengah bulan bisa habis Rp 20 miliar. Kita betul-betul melihat ini, sehingga dalam evaluasi eksplorasi segala macam kita betul-betul memanfaatkan talent-talent yang ada secara rebellious, secara bagus dan efisien untuk mencari the best solution. Ujung-ujungnya supaya memangkas biaya, tanpa mengorbankan kualitas.
Kami berusaha melakukan yang terbaik, sehingga target terms of reference, termasuk biaya yang harus terjaga dan disesuaikan.
Kalau harus naik ojek, why not? Tidak usah bergaya. Gaya boleh kalau sudah discovery migas. Makanya, kami bisa discovery di Sulung dan Sedayu. Hal-hal seperti inilah yang menjadi backbone Saka.
Kami ingin berbeda. Berbeda dalam masalah profesionalisme, masalah efisiensi, dan cara menjalankan bisnis. Dengan begitu, kami mengharapkan menjadi perusahaan the partner of choice. Kami efisien dan transparan.
Dengan kondisi saat ini, apakah prospek bisnis di sektor hulu migas nasional masih menjanjikan?
Masalah future, suka atau tidak suka kalau orang mengatakan sudah senja kala oil and gas. Tapi Indonesia masih membutuhkan oil and gas. Produksi masih terus jalan. Discovery, eksplorasi, meskipun tidak cepat, masih harus jalan. Sehingga, ke depan strategi itulah yang digunakan.
Kami ingin jadi yang terbaik dalam hal positif, tidak mau jor-joran. Kami ingin join dengan the big boys, perusahaan-perusahaan besar yang punya pengalaman, sehingga kita masuk dengan ENI di Lapangan Jangkrik dan lainnya. Kita buktikan bahwa we can do something.
Blok-blok kami evaluasi betul-betul. Minyak sudah ada, tinggal diangkat. Ngangkat ke atas kalau terlalu mahal percuma. Lebih besar pasak daripada tiang. Oleh karena itu dicari teknologi, biaya operasi, sistem operasi yang betul-betul bisa mengangkat minyak tersebut agar bisa dimanfaatkan oleh negara. Dan juga memberikan return kepada perusahaan.
Kami menggunakan teknologi bukan untuk gagah-gagahan. Kami gunakan teknologi yang paling efisien dan efektif. Segala macam inovasi, segala macam cara, termasuk pengelolaannya. Itu yang selalu kami tekankan di Saka. The way we do business.
Saat ini Saka sudah menguasai 10 wilayah kerja migas di Indonesia dan satu shale gas di Texas, Amerika Serikat. Ke depannya ada rencana ekspansi lainnya?
Ya selalu. Kami akan selalu mencari celah. Dalam dunia perminyakan itu ibarat liga sepakbola, ada liga international dan ada juga liga tarkam atau antar kampung. We would like to be in between, jadi kita in middle di sini. Kami tidak mau bermain yang besar-besar, tapi kalau liga antar kampung juga tidak mau.
Jadi kalau Saka Energi mau menyaingi seperti Exxon tidak mungkin, Pertamina juga tidak mungkin. Exxon itu kenapa bisa besar, ya karena eksplorasi.
Eksplorasi minyak ada tiga hal. Pertama, teknologi yang digunakan harus paling canggih. Saya dulu pernah di Exxon, per tahun mereka mengeluarkan US$ 600 juta-US$700 juta untuk research. Jadi kalau ada masalah di seluruh dunia, di mana saja, mereka mencari cara bagaimana menyelesaikan. Karena spesific field-nya, dan tidak mungkin available di pasaran.
Kalau di sini mana mungkin punya uang segitu. Jadi, otomatis yang dibeli itu adalah yang available di pasaran, yang khusus-khusus tidak mungkin. Jadi kalau yang available di pasaran, semua orang bisa pakai. Kalau ada masalah, biasanya bisa diselesaikan tiga hari, tapi ini malah bisa tiga bulan. Akibatnya, cost meningkat.
Kedua, finansial. Eksplorasi migas itu, untuk mengebor satu sumur di sini bisa US$7 juta atau sekitar Rp70 miliar-Rp90 miliar. Kalau ngebor di offshore, mungkin bisa US$ 100 juta atau Rp 1 trilliun.
Pada 2013 di Selat Makasar, waktu itu saya yang buka, itu adalah kira-kira delapan perusahaan yang ngebor offshore. Rata-rata perusahaan besar, ada Exxon dan Chevron. Mereka menghabiskan US$1,6 miliar. Semua tidak ada yang dapat, dry semua. Ada satu sumurnya Murphy, biayanya US$ 220 juta. Nah, kalau pemerintah yang melakukannya, bagaimana?
Exxon saat itu keluar sampai US$ 400 juta. Sekarang perusahaan nasional, mana yang bisa? Dulu Exxon, zamannya saya masih di sana, keuntungan per bulan US$ 2 miliar. Satu tahun bisa USS 24 miliar-US$25 miliar. Jadi kalau rugi ngebor US$ 100 juta ibaratnya kayak cuma digigit nyamuk.
Nah kalau perusahaan nasional mau membiayai dengan dana APBN, dan ngebor enggak dapet, malah merugikan negara. Itulah, maka perlu finansial yang kuat.
Ketiga, risikonya berat sekali. Bisa 100% berhasil, bisa 100% gagal. Itulah kenapa ada cost recovery, it’s good. Kalau nanti ngebornya dapat, bisa kembali.
Saka tidak bisa berlagak mau ngebor dimana-mana, uangnya darimana? Tapi kalau Total, BP, Connoco Philips, Chevron, Exxon, mereka punya uang. Lagipula kalau mau pinjam uang, mereka dipercaya.
Di dunia industri itu, semakin kita bisa dipercaya maka makin dipercaya untuk pinjam uang. That’s the complexity, jadi tidak sesimple itu. Tapi kebetulan banyak yang tidak tahu. Yang berhasil itu kan yang sudah menemukan, discovery.
Saat ini Saka tercatat menjadi operator pada tiga blok migas. Ke depan, ada target untuk menjadi operator di blok lainnya?
Kita tentu punya target untuk operator. Ada strategi-strategi untuk jadi operator. Kenapa kita ingin jadi operator? Pertama, kita yakin akan lebih efektif. Kedua, kita bisa lebih bisa meningkatkan produksi. Kemudian kalau kita join dengan the big boys, tentunya kita ingin leverage. Kalau mereka mau berusaha di sini kan perlu partner yang reliable, mau membantu tanpa embel-embel politik dan lainnya. Jadi, dua-duanya.
Ada target khusus yang diberikan untuk manajemen Saka?
Bukan target, yang selalu kita review itu adalah, what they want to do. Apa yang mau mereka lakukan, problemnya apa sih? Kita selalu evaluasi setiap kuartal. Tapi tetap saja, ujung-ujungnya ada di tangan PGN sebagai pemegang saham terbesar.
Kalau mau cari utang kan yang jamin ibunya. Saya selalu tekankan pada mereka-mereka untuk melakukan dengan baik, strateginya harus baik. Saka sebagai salah satu anak usaha harus bisa membantu PGN meleverage mereka punya bisnis. Kira-kira apa yang bisa kita bantu. Kita dorong manajemen, untuk mencari opportunity yang baru.
Bagaimana dengan rencana pemerintah untuk menyatukan PGN dengan Pertamina. Bagimana posisi Saka Energi ke depannya?
Holding migas itu kan mekanik saja, bagi saya monggo-monggo saja. Yang paling penting adalah Saka harus efisien, mempunyai track record yang baik. Kalau suatu perusahaan mempunyai track record baik, efisien, professional, those who have that criteria itu yang akan survive. Mau di holding, it doesn’t matter.
Holding atau segala macam itu hanya suatu vehicle. The bottom line is siapapun itu adalah those who can be efficient, professional, and thinking out of the box.
Saka sudah diajak bicara oleh tim Pertamina menyangkut rencana pembentukan holding?
Enggak, Saka itu kan PSC, Pertamina juga PSC. Apapun policy pemerintah ya harus dipatuhi. Sekarang yang terpenting adalah efisien.
Pemerintah saat ini telah menerbitkan aturan gross split untuk menggantikan skema cost recovery. Apakah aturan itu menarik bagi pelaku usaha?
Yang jelas aturan sudah keluar, saya tidak mau berkomentar. Yang jelas itu tadi, exploration industri migas itu tergantung tiga hal, teknologi, finansial, dan risiko.
Sekarang siapa yang mau ambil ketiga hal tersebut kalau kondisinya mereka ngitung “wah enggak akan worth it”, ya enggak akan mau. You punya uang Rp 1 trilliun, disuruh ngebor satu sumur harganya kira-kira US$50 juta, kira-kira you mau nggak dengan resiko kalau enggak dapat, uang akan hilang, dan kalau dapat aturannya begini-begini. Jadi test yang bagus adalah pelaku industri.
You bikin peraturan apapun kalau tidak bisa dilaksanakan, artinya apa? Enggak cocok. Tapi kalau ada aturan kemudian orang berbondong-bondong, itu kan tanda-tanda iklimnya bagus.(***)
Komentar Terbaru