JAKARTA – Indonesia diperkirakan bakal menghadapi masa suram paceklik pasokan gas seiring dengan meningkatnya kebutuhan tanpa diimbangi dengan peningkatan pasokan dari produksi gas dalam negeri.

Berdasarkan proyeksi neraca gas yang ada, defisit pasokan gas di Indonesia terutama akan terjadi di wilayah Sumatera bagian tengah dan selatan serta Jawa bagian barat (Sumtengsel – Jabar) dan Jawa tengah – Jawa timur (Jateng – Jatim).

Berdasarkan data PGN (2024), defisit neraca gas di wilayah Sumtengsel – Jabar diproyeksi akan akan mulai terjadi pada tahun 2024. Pada tahun ini defisit pasokan di wilayah tersebut diproyeksikan sekitar 50 BBTUD. Defisit neraca gas tersebut diperkirakan akan terus meningkat menjadi 232 BBTUD pada tahun 2030 mendatang. Sementara sejak tahun 2030, pasokan gas di Jateng – Jatim diperkirakan tidak lagi dapat untuk memenuhi kebutuhan gas di wilayah yang bersangkutan.

Pri Agung Rakhmanto, Pengamat Migas dari Universitas Trisakti, mengungkapkan ada satu cara untuk meminimalisir dampak defisit neraca gas atau langkah antisipasi yang bisa diambil yaitu monetisasi potensi gas yang utamanya berasal dari di wilayah Indonesia bagian timur. “Serta penambahan (ketersediaan) infrastruktur yang mampu menyalurkan gas bumi dari sumber pasokannya hingga termanfaatkan di titik-titik pengguna akhir dengan jangkauan konektivitas dan kapasitas yang memadai,” kata Pri Agung dalam keterangannya belum lama ini.

Selain itu, dorongan investasi para pelaku usaha juga harus direalisasikan yakni dengan menerapkan kebijakan harga gas yang memperhatikan aspek pengembalian investasi yang wajar pada semua rantai bisnis industri gas nasional.

“Ini menjadi kunci keberhasilan dalam monetisasi dan penambahan (ketersediaan) infrastruktur gas untuk mengatasi potensi defisit gas tersebut,” ujar Pri Agung. (RI)