JAKARTA – Pelaku usaha di sektor energi harus menyadari adanya tuntutan keberlanjutan dalam kegiatan operasinya. Masyarakat kini bisa menilai perusahaan energi mana yang tidak menjadikan isu lingkungan sebagai musuh akan tetapi justru sebagai tujuan dalam menjalankan roda bisnisnya. Permintaan energi yang terus tumbuh di Indonesia harus dijawab dengan kemampuan mumpuni mengadirkan energi bersih. PT Medco Energi Internasional Tbk ternyata punya strategi unik untuk menjawab tantangan tersebut.

Medco jadi salah satu pihak yang meyakini bahwa industri migas tidak akan ditinggalkan begitu saja. Untuk itu fokus perusahaan ke depan bakal terus mengembangkan bisnis tersebut dan tetap akan menjadi motor penggerak bisnis perusahaan.

Manajemen Medco dengan terang benderang menunjukkan gas bakal jadi fokus pengembangan bisnis ke depan selain dua fokus bisnis lainnya yakni di listrik dan mineral. Ini tidak lepas dari sifat natural gas yang punya emisi jauh lebih rendah dibandingkan dengan minyak. Ini juga sejakan dengan agenda perusahaan yang  ingin turut serta dalam pengurangan emisi. Sementara untuk bisnis tenaga listrik yang dijalankan Medco juga sejak awal diinisiasi juga “tegak lurus” berada di jalur Energi Baru Terbarukan (EBT).

Hilmi Panigoro, Presiden Direktur Medco Energi, menargetkan Medco bakal jadi perusahaan energi terkemuka di Asia Tenggara dengan tiga lini bisnis utamanya. “Fokus Medco pada ESG dan pengembangan masyarakat menunjukkan komitmen kami untuk memberikan dampak yang positif. Di sektor migas, MedcoEnergi terus meningkatkan produksi dan cadangannya dengan mengakuisisi aset-aset baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Ke depan, Hilmi mengatakan bahwa permintaan energi Indonesia diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050, didorong oleh peningkatan penggunaan energi terbarukan. Meskipun bahan bakar fosil akan tetap penting, gas kata Hilmi akan memainkan peran kunci sebagai bahan bakar transisi. “Energi terbarukan akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap bauran energi masa depan Indonesia, dengan gas yang berfungsi sebagai jembatan hingga teknologi rendah karbon sepenuhnya matang,” kata dia dalam laporan kuartal III Medco Energi beberapa waktu lalu.

Dari sisi kinerja finansial, Medco Energi boleh dikatakan boleh dibilang jadi salah satu perusahaan yang mampu menjaga stabilitas finansialnya. Medco mencatat laba bersih sebesar US$273,27 juta atau sekitar Rp4,29 triliun (asumsi kurs Rp15.710 per dolar AS) sepanjang periode sembilan bulan 2024. Torehan itu naik 12,7% dari periode yang sama tahun sebelumnya di level US$242,37 juta. Adapun, kontribusi laba bersih dari PT Amman Mineral International Tbk. (AMMN) untuk MEDC sebesar US$129 juta atau sekitar Rp2,02 triliun, lebih tinggi dari pencatatan periode tahun sebelumnya di level US$116 juta.

Sumber : Medco Energi, Diolah : Dunia Energi

Ada beberapa komponen bisnis perusahaan yang sukses menopang kinerja perusahaan. Bisnis migas Medco sepanjang sembilan bulan tahun ini misalnya memang cukup menjanjikan. Apalagi dengan rampungnya beberapa proyek yang ternyata juga menjadi andalan dalam mendongkrak produksi migas secara nasional.

Hingga bulan September 2024, realisasi produksi migas Medco tercatat sebesar 153 ribu barel setara minyak per hari (Barrel Oil Equivalent Per Day/BOEPD). Realisasi tersebut sukses berada diatas target yang dipatok manajemen untuk tahun ini yakni antara 145 ribu – 150 ribu BOEPD. Kinerja positif operasional bisnis migas tidak lepas dari rampungnya tiga proyek sekaligus yakni Corridor Suban 27, Madura Meliwis serta Natuna West Belut.

Roberto Lorato, Chief Executive Officer MEDC, menilai positif kinerja keuangan dan operasional perseroan yang relatif solid sepanjang periode sembilan bulan tahun ini. “Hal ini didorong oleh keberhasilan penyelesaian proyek-proyek utama di Suban, Meliwis, dan West Belut,” kata Roberto beberapa waktu lalu.

Djoko Siswanto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menyatakan Medco jadi salah satu perusahaan swasta nasional besar yang harus didukung eksistensinya karena kinerjanya berdampak langsung terhadap kinerja produksi migas nasional. Menurutnya Medco harus diakui sebagai salah satu perusahaan swasta nasional paling aktif dalam berinvestasi. Dia berharap Medco bisa menuai hasil yang maksimal dari benih investasi yang ditanam. “Harapannya bisa meningkatkan produksi dan atau lifting minyak mentah, kondensat dan gas bumi,” kata Djoko saat dihubungi Dunia Energi, Kamis (14/11).

Sementara itu, Putra Adhiguna, Direktur Eksekutif Energy Shift Institute, saat dihubungi Dunia Energi menilai fokus Medco yang mengembangkan potensi gas dalam era transisi energi menunjukkan keseriusan dan juga semakin tingginya tuntutan para investor bagi perusahaan di Asia Tenggara.

Ambisi-ambisi tersebut kata dia harus ditangkap oleh pemerintah sebagai sinyal untuk mendorong perusahaan-perusahaan Indonesia bertransisi lebih lanjut. “Termasuk dalam hal membuka kesempatan usaha lebih lebar bagi perusahaan jangan sampai perusahaan Indonesia kesulitan mendapatkan portofolio hijau di pasar domestik sampai mereka harus mencari kesempatan investasi di negara-negara tetangga,” jelas Putra, Kamis (14/11).

Medco terus menjaga keberlanjutan temuan cadangan untuk menjaga stabilitas produksi migas setiap tahun (Sumber : Medco Energi)

Dari lini bisnis pembangkit tenaga listrik total penjualan listrik mencapai 2.961 GWh atau masih dibawah target 4.100 GWh. Kondisi ini tidak lepas dari adanya maintenance pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) Medco yang ada di Riau. 21% dari produksi listrik Medco berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT).

Ditengah kesuksesan dalam menjaga kinerja finansialnya, Medco dihadapi oleh isu transisi energi dan penekanan emisi. Sebenarnya isu ini bukanlah isu baru sehingga manajemen juga sudah siap betul mengarungi era transisi ini.

Hal itu ditunjukkan dengan fokus bisnis Medco yang kembangkan gas, energi fosil dengan emisi paling rendah. Selanjutnya pada bisnis tenaga listrik Medco tidak  menyentuh bisnis batu bara untuk listriik dan konsisten mengembangkan pembangkit listrik tenaga gas. Selain itu kini Medco juga mulai menujukkan fokusnya untuk mengembangkan tenaga matahari atau solar. Medco merupakan aktor dibalik pembangunan PLTS di Sumbawa sebesar 26 Megawatt (MW) dan Bali berkapasitas 2×25 MW.

Inisiatif energi terbarukan Medco Energi baru-baru ini mendapat pengakuan dari Otoritas Pasar Energi Singapura (Energy Market Authority/EMA) yang memberikan lisensi bersyarat untuk proyek pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 600 MW di Pulau Bulan. Proyek lintas negara ini ditargetkan bisa memasuki tahap Final Investment Decision (FID) pada akhir tahun 2025 dan bisa beroperasi pada tahun 2028.

Kemudian Medco juga memiliki aset panas bumi di Ijen yang bekerja sama dengan Ormat. Medco memiliki saham sebesar 51% dan sisanya sebesar 49% dikuasai Ormat. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) yang habiskan anggaran investasi sebesar US$140 juta ini ditargetkan bisa beroperasi pada kuartal I tahun 2025.

Untuk diketahui manajemen memang menaruh perhatian khusus dalam pengembangan bisnis listrik bersih. Setiap tahun anggaran investasinya terus tumbuh. Untuk tahun ini saja dari total alokasi investasi disiapkan sebesar US$430 juta, sebanyak US$80 juta diantaranya untuk bisnis tenaga listrik dengan realisasi hingga September sebesar US$51 juta. Sisa dana investasi sebesar US$100 juta untuk pengembangan aset Oman dan US$250 juta untuk bisnis hulu migas.

Realisasi anggaran untuk bisnis tenaga  listrik hingga kuartal III sendiri sudah melampui realisasi investasi yang digelontorkan perusahaan tahun lalu yakni sebesar US$45 juta.

Sumber : Medco Energi

Berbagai upaya untuk terus mengembangkan EBT dalam rangka menekan efek gas rumah kaca dalam setiap proses produksinya sudah dicanangkan manajemen dalam lima tahun ke depan.

Penurunan efek rumah kaca pada proses produksi di tahun 2025 berada di angka 20% dan di tahun 2030 sebesar 30%. Untuk penurunan emisi karbon metan di tahun 2025 ditargetkan berada pada angka 25% dan di tahun 2030 berada di angka 37%..

 

Menuju Transisi Energi

Ronald Gunawan, Direktur & Chief Operating Officer MedcoEnergi,  mengatakan MedcoEnergi memiliki rencana untuk memperluas penggunaan energi surya di masa depan. Perusahaan terus mengevaluasi kemungkinan pemasangan panel surya di area operasi hulu migasnya yang lain.

”Guna mengurangi emisi GRK, MedcoEnergi melalui seluruh anak usaha hulu migasnya di berbagai daerah operasi, telah berinisiatif untuk mengalihkan pembakaran stasioner menjadi tenaga listrik dari jaringan PLN dan sumber energi terbarukan, seperti pemanfaatan panel surya,” kata dia beberapa waktu lalu di Jakarta.

Perusahaan juga telah memasang sejumlah sistem panel surya guna memenuhi kebutuhan energi listrik bagi operasional. Dari fasilitas di Onshore hingga instalasi Offshore, panel surya telah menjadi bagian integral dari infrastruktur Medco.

Pada fasilitas Onshore, panel surya dipasang di lapangan terbuka guna mengoptimalkan penyerapan sinar Matahari, serta pada sistem penerangan jalan di area operasi. Sementara, di Offshore, instalasi panel surya di anjungan lepas pantai menjadi pilihan utama. Di Shorebase, panel surya juga dipasang di atas atap untuk memanfaatkan ruang yang ada.

Hingga akhir 2023, pemasangan panel surya telah dilakukan di 18 lokasi operasi hulu migas di fasilitas Onshore maupun Offshore dengan total kapasitas sebesar 422 kWp sehingga berhasil mengurangi emisi GRK sebanyak 1.597 ton CO2e per tahun serta memangkas penggunaan bahan bakar fosil.

Hingga 2023, Medco Energi berhasil mengurangi lebih dari 26.000 ton CO2 per tahun di berbagai wilayah operasinya. Hal ini dicapai melalui pemanfaatan panel surya dengan kapasitas total 422 kWp, serta pengalihan ke tenaga listrik dari jaringan PLN sebesar 487,5 kW.

Berbagai inisiatif ini merupakan aksi nyata dalam rangka implementasi Strategi Perubahan Iklim dan Transisi Energi MedcoEnergi yang dijalankan sejak 2021 sebagai bagian dari Peta Jalan Keberlanjutan perusahaan yang digagas sejak 2017. Aspirasi MedcoEnergi melalui strategi ini adalah mencapai Net Zero Emission Cakupan 1 dan 2 pada 2050 dan Cakupan 3 pada 2060.