BOJONEGORO – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), KH Hasyim Muzadi, mengingatkan semua pihak tak saling menyalahkan terkait problem yang membelit pengelolaan sumur minyak tua di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Dia mengatakan hal tersebut kepada sejumlah stakeholder saat pertemuan di kantor Pemkab Bojonegoro, Rabu (16/9). “Mengatasi masalah sumur tua ini semua pihak jangan saling menyalahkan. Di sini yang dibutuhkan adalah keseimbangan antara kebijakan dengan wisdom (kearifan),” tegas Hasyim.
Pertemuan di Pemkab Bojonegoro membahas sumur tua dihadiri sejumlah pejabat dan instansi terkait. Selain Kiai Hasyim, pertemuan dipimpin Bupati Bojonegoro Suyoto dihadiri Presiden Direktur PT Pertamina EP Roni Gunawan, pejabat SKK Migas, Kapolres Bojonegoro AKBP Hendri Fiuser, anggota DPRD Bojonegoro, dan pejabat lainnya. Pertemuan berlangsung terbuka dan diliput wartawan.
Hasyim menyatakan, penanganan persoalan sumur tua di Kecamatan Kedewan Bojonegoro tak bisa hanya menerapkan pendekatan hukum. Perlu kombinasi pendekatan untuk membedah dan menyelesaikan masalah ini secara tuntas dan paripurna. Pendekatan lain yang dibutuhkan bersifat ekonomi dan sosial. “Prinsipnya, jangan saling menyalahkan,” tegasnya.
Mantan Ketua Umum PBNU itu mengutarakan, ada tiga kemungkinan terkait penerapan sejumlah aturan terkait pengelolaan sumur tua. Pertama, aturannya secara konten sudah benar dan sudah diterapkan secara benar. Kedua, aturannya sudah benar tapi sulit diimplementasikan secara praktis di lapangan. Ketiga, aturannya memang tak beraturan (tak benar) sehingga tak mungkin diterapkan secara implementatif di lapangan.
“Karena itu, soal sumur tua ini kita tak mungkin melihat hanya dari pendekatan legal formal semata. Sisi ekonomi dan sosial rakyat mesti betul-betul diperhatikan agar tak timbul gejolak sosial,” ingatnya.
Bahkan, dia mengatakan bakal lebih rumit lagi persoalan di sumur tua itu jika ada pelibatan pihak asing sebagai investor. “Sebab, yang dijadikan patokan hanya profesionalisme dan profit. Sehingga unsur kepentingan rakyat tak jarang terabaikan,” ujarnya.
Setelah menggelar pertemuan di kantor Pemkab Bojonegoro, Kiai Hasyim didampingi Bupati Suyoto, Kepala SKK Migas Amin Sunaryadi, Presdir Pertamina EP Roni Gunawan, dan pejabat lainnya meninjau lokasi sumur tua di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan.
Hasyim sempat berdialog dengan Pagimin, seorang pengurus Paguyuban Penambang Sumur Tua dari Wonomulyo. “Bapak memiliki sumur ini uangnya dari kantong sendiri atau milik investor,” tanya Hasyim.
Pagimin secara lugas mengatakan bahwa sumur tua itu hasil jerih payahnya sendiri. “Ya uang sendiri Pak Kiai,” tukas Pagimin.
Sementara itu, Kepala SKK Migas Amin Sunaryadi mengingatkan tiga hal penting terkait pengelolaan sumur tua di Kedewan, Bojonegoro. Pertama, aspek kesejahteraan rakyat lokal mesti diperhatikan dan tingkat kualitas kemakmurannya harus terjaga dengan baik, sehingga mereka bisa hidup sejahtera.
Kedua, tambahnya, aspek HSSE (Health, safety, security, and environment) kegiatan eksploitasi dan produksi minyak dari kawasan sumur tua harus ditingkatkan di masa depan. Dan ketiga, manajemen pengelolaan lingkungan fisik di kawasan sumur tua harus lebih baik di masa depan. “Tiga hal itu yang ingin saya tekankan terkait sumur tua ini,” tegas Amin.
Mantan Komisioner KPK ini menambahkan masalah kesejahteraan warga lokal penting diperhatikan karena hal itu menyangkut kebutuhan dasar warga. Pelibatan mereka dalam aktifitas ekonomi penambangan dan produksi minyak di sumur tua sangat penting agar mereka mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara baik. “Masalah ketenagakerjaan tetap jadi perhatian utama,” katanya.
Terkait dengan penerapan ketentuan HSSE dan pengelolaan lingkungan hidup, Presdir Pertamina EP Roni Gunawan, mengatakan, korporasi yang dipimpinnya memperhatikan penuh hal itu. Saat ini, katanya, Pertamina EP sedang membuat sumur tua percontohan yang memenuhi standar HSSE dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik.
Saat peninjauan ke lapangan, manajemen Pertamina EP menunjukkan lokasi sumur tua yang dalam proses perbaikan secara fisik, sehingga nanti layak operasional dengan memenuhi standar HSSE dan lingkungan hidup. “Ini Pak, sumur contohnya yang diperbaiki sedang dikerjakan,” kata Roni Gunawan.
Besaran anggaran yang dibutuhkan untuk perbaikan sumur tua berstandart HSSE dan lingkungan hidup berkisar Rp 120 juta hingga Rp 140 juta. “Ya kisaran biayanya sebesar itu,” kata Sutrisno (40), Humas Paguyuban Penambang Minyak Wonocolo.
Sutrisno mengatakan, prinsipnya pemilik sumur dan penambang siap mengikuti ketentuan yang digariskan SKK Migas, Kementerian ESDM, Pertamina EP, dan instansi pemerintah lain terkait eksploitasi dan produksi minyak dari sumur tua. “Yang penting, kami diberikan kesempatan menambang dan bekerja,” katanya.
Sebab, tambahnya, aktifitas menambang minyak merupakan mata pencaharian warga di Wonocolo. Penghentian dan atau pelarangan menambang minyak berarti menghentikan aktifitas mata pencaharian warga, sehingga kelangsungan sosial ekonomi warga pasti terganggu. “Kita ikuti ketentuan dari Pertamina (EP),” tambah Niken, Ketua Paguyuban.
Secara faktual, dari sekitar 255 sumur minyak di Wonocolo dan Wonomulyo, menurut Sutrisno, tak semuanya berproduksi. Di Wonocolo ada sekitar 60 unit sumur minyak yang berproduksi. Tingkat produksinya secara keselutuhan bervariasi, antara 20 tangki sampai 25 tangki minyak mentah per hari, ukuran 5.000 liter per tangki.”Proses pembayaran jual beli minyak mentah ke Pertamina EP sekarang lebih lancar dan tanpa potongan,” tambah Pujiono, pengurus lainnya dari Paguyuban Penambang Minyak Wonocolo.
Roni Gunawan mengatakan, dari lapangan minyak sumur tua di Bojonegoro, tingkat lifting yang masuk ke Pertamina EP per hari sebesar 1.500 barel. “Ya lumayan,” tukas Roni Gunawan, seraya menegaskan bahwa Pertamina EP secara gradual dan terencana akan menerapkan ketentuan HSSE dan manajemen pengelolaan lingkungan hidup lebih baik di lapangan minyak sumur tua di masa depan.(LH)
Komentar Terbaru