JAKARTA – Untuk memperkuat program Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization Storage (CCS/CCUS), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah melakukan identifikasi tipe alat ukur yang dapat dipergunakan guna mendukung berjalannya program CCS/CCUS. Selanjutnya SKK Migas akan menetapkan standarisasi alat pengukuran yang akan menjadi acuan bagi KKKS yang memiliki program tersebut.
Berdasarkan kebutuhan, alat untuk mengukur antara lain meliputi Orifice Meter, Turbine Meter, Ultrasonic Meter, dan Coriolis Meter. Pengukuran CCS/CCUS mempunyai tantangan dalam pemilihan tipe flow meter, pengukuran kualitas CO2, dan fasilitas kalibrasi. Dalam prosesnya, CO2 dalam program CCUS disalurkan melalui pipa atau tanker dari lokasi penangkapan CO2 ke lokasi penyimpanan CO2, dalam fase gas bertekanan tinggi atau fase cair pada temperatur kriogenik. Jenis fase CO2 tersebut akan menentukan tipe flow meter yang cocok dipergunakan.
Bambang Prayoga, Kepala Divisi Produksi dan Pemeliharaan Fasilitas SKK Migas, menjelaskan dengan selesainya identifikasi tipe alat ukur yang digunakan sebagai standar pengukuran CO2, diharapkan bisa membantu memperlancar implementasi CCS/CCUS nanti. Menurut dia penggunaan alat pengukuran CO2 dalam fase gas sebenarnya bukan hal yang baru, karena KKKS juga sudah mulai melakukannya, semisal di KKKS Pertamina EP Field Subang sudah melakukan penjualan CO2 kepada PT Aneka Gas Industri (AGI) menggunakan Alat Ukur Orifice Meter sejak tahun 2009.
“Berdasarkan pengalaman dan best practise yang sudah dilakukan di Pertamina EP yang juga telah mendapatkan pengakuan dari pengguna, yaitu PT AGI, maka menjadi menjadi referensi awal yang kemudian dibahas oleh SKK Migas dan KKKS yang hadir pada Raker Produksi, Metering dan Pemeliharaan Fasilitas. Selanjutnya, SKK Migas akan melanjutkan standarisasi pada alat ukur CO2 yang digunakan KKKS pada program CCS/CCUS”, kata Bambang, Rabu (19/6).
Dia menambahkan bahwa terkait standarisasi alat ukur, akan melibatkan instansi terkait yaitu Direktorat Meterologi. Standarisasi alat ukur tersebut akan melengkapi ketentuan yang telah diterbitkan oleh SKK Migas terkait system pendukung proses bisnis CCS/CCUS yang secara spesifik, SKK Migas telah menerbitkan PTK 070 tahun 2024 sebagai acuan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam mempersiapakan, mengajukan, mengeksekusi dan mengevaluasi proses bisnis CCS/CCUS. Selanjutnya, SKK Migas akan melakukan koordinasi dengan Direktorat Metrologi Departemen Perdagangan untuk menindak lanjutinya agar standarisasi dapat diformalkan dan digunakan oleh para KKKS yang telah memiliki program CCS/CCUS..
Sementara itu, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D. Suryodipuro menyampaikan bahwa usaha CCS/CCUS akan menjadi masa depan industri hulu migas, karena potensi bisnis carbon capture di Indonesia sangat menjanjikan dan telah mendapatkan dukungan dari Pemerintah. “Salah satu proyek besar CCS/CCUS yang dioperasikan BP Tangguh di Papua Barat diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada bulan November 2023 yang lalu. Ketentuan mengenai standarisasi alat ukur CO2 akan semakin mendorong berkembangnya bisnis CCS/CCUS dimasa yang akan datang”, kata Hudi.
Hudi menegaskan bahwa pemerintah dan SKK Migas terus mendorong tumbuhnya bisnis CCS/CCUS, karena selain potensinya yang besar, keberadaan CCS/CCUS akan menjadi offset dari CO2 yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, sehingga dapat lebih menempatkan sumber energi minyak dan gas menjadi lebih ramah lingkungan.
“Penggunaan energi minyak dan gas yang menghasilkan emisi, diserap kembali melalui pengelolaannya pada CCS/CCUS untuk untuk mendukung target nett zero emission yang telah ditetapkan Pemerintah”, ungkap Hudi. (RI)
Komentar Terbaru