JAKARTA –  Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiata Usaha Hulu Migas (SKK Migas) siap  membuktikan akuntabilitas biaya operasi yang bisa dikembalikan (cost recovery)  yang dibayarkan kepada Kontrkator Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode anggaran  2015.

Wisnu Prabawa Taher, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas,  mengungkapkan SKK Migas segera berkoordinasi dengan para kontraktor untuk merespon hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya temuan dalam Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2017. BPK  menyebutkan beberapa item biaya yang tidak seharusnya dibebankan kepada negara sebagai cost recovery pada tahun anggaran 2015.

“SKK Migas dan KKS akan tindak lanjuti hasil pemeriksaan BPK dan melakukan tindak lanjut sesusai peraturan perundang-undangan,” kata Wisnu kepada Dunia Energi, Rabu (18/10).

Dalam IHPS I 2017, BPK menemukan berkurangnya pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor minyak dan gas dari kelebihan pembebanan cost recovery 2015 senilai US$ 956,04 juta.

Dalam laporan tertulis BPK disebutkan, dari 687 laporan hasil pemeriksaan lembaga pemerintah terdapat 14.997 permasalahan yang perlu ditindaklanjuti.  Ketidakcocokan angka pembebanan cost recovery dan tunggakan pajak KKKS merupakan salah satu dari temuan BPK tersebut.

Selain itu, 17 KKKS belum menyelesaikan kewajiban pajak sampai 2015 senilai US$209,25 juta atau setara Rp 2,78 triliun.

Wisnu mengatakan setelah berkoordinasi dengan KKKS nantinya SKK Migas akan kembali menindaklanjuti hasil koordinasi tersebut kepada BPK dengan menyampaikan bukti pembayaran biaya operasi.

“Penyelesaian temuan dalam tahap tindak lanjut adalah menyampaikan bukti koreksi cost recovery atau menyampaikan bukti tambahan bahwa biaya telah dicatat dengan akuntable,” tandas Wisnu.(RI)