DEPOK– Tim Pengabdian Masyarakat Klaster Riset Inovasi Hijau, Produksi-Konsumsi Berkelanjutan, dan Energi Terbarukan Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat dengan tema “Pengomposan Sampah Organik di Sekolah Adiwiyata” di SMAN 8 Kota Depok, Jawa Barat, Jumat (23/8/2024). Kegiatan yang mendapat dukungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok itu diikuti 300 orang siswa yang didampingi para guru SMAN 8.

Sri Wahyono, Perwakilan Tim Pengabdian Masyarakat Klaster Riset Inovasi Hijau, Produksi-Konsumsi Berkelanjutan, dan Energi Terbarukan SIL UI, mengatakan tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan kesadaran dan keterampilan akan pentingnya pengelolaan sampah organik. Kegiatan ini didorong oleh upaya bersama untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya dalam menciptakan kota dan komunitas yang berkelanjutan serta mengatasi perubahan iklim. “Kami berharap program ini dapat direplikasi di sekolah-sekolah lain dan masyarakat yang lebih luas,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Dunia Energi, Senin (26/8/2024).

Para peserta diberikan materi berupa teori dan praktek metode pengomposan sampah organik dengan komposter aerobik, pembuatan eco-enzyme dengan fermentor inovatif, dan pembuatan lubang resapan biopori. Materi pelatihan disampaikan oleh Sri Wahyono dan Firman L Sahwan dari SIL UI.

Menurut Sri, sampah organik baik itu sampah kebun (green waste) maupun sampah makanan (foodwaste) adalah sumber emisi gas metana (salah satu gas rumah kaca) dari sektor limbah yang jumlahnya cukup signifikan terutama ketika hanya ditimbun di tempat pemrosesan akhir sampah (TPA). Padahal sampah organik itu apabila dipilah dan diolah dapat menjadi sumber daya yang bernilai yaitu menjadi menjadi pupuk organik kompos, pupuk organik cair, dan eco-enzyme. “Kegiatan pengolahan sampah organik yang masif juga dapat mengurangi sampah yang dibuang ke TPA hingga 50% lebih sehingga akan meningkatkan efisiensi pengangkutan sampah dan memperpanjang umur TPA,” katanya.

Kota Depok adalah salah satu kota yang saat ini mengalami permasalahan sampah yang cukup berat karena TPA Cipayung saat ini sudah kelebihan kapasitas dan sering longsor sehingga mengganggu aliran Sungai Pesanggrahan yang ada di sebelahnya. Karena itu, diperlukan upaya kolaborasi seluruh pihak untuk menangani sampahnya secara mandiri. “Sekolah adalah salah satu institusi yang menjadi sumber sampah sehingga perlu berpartisipasi dalam pengelolaan sampahnya secara mandiri,” jelas Sri.

Agus Suparman, Kepala SMAN 8 Depok, mengatakan sebagai sekolah yang telah mendapatkan predikat Sekolah Adiwiyata, SMAN 8 berkomitmen untuk terus mendukung pelestarian lingkungan dengan mengintegrasikan praktik pengelolaan sampah organik di sekolah. Lewat pendidikan di sekolah pula, siswa dibekali dengan ilmu pengetahuan bahwa jika manusia menjaga alam maka alam akan menjaga manusia, termasuk di dalamnya menjaga kebersihan lingkungan sekolah dan memilah serta mengolah sampah menjadi produk yang bernilai dengan teknologi tepat guna yang mudah dipraktikkan.

“Kami berharap kegiatan ini bermanfaat bagi para siswa dan pengelola sekolah dalam mengurangi sampah organik dan mengubah perilaku berikut meningkatnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Dalam sesi praktik, para peserta dibagi dalam kelompok sesuai kelas (9 kelas) untuk melakukan praktik pengomposan sampah daun, pembuataan eco-enzyme, dan pembuatan lubang biopori. Tim Pengabdian Masyarakat SIL UI menyerahkan hibah berupa perangkat komposter aerobik, perangkat fermentor eco-enzyme dan perangkat pembuatan lubang resapan bipori, masing-masing delapan unit kepada SMAN 8 Depok.

Menurut Sri, teknologi tepat guna pengolahan sampah organik perlu diperkenalkan ke para siswa baik berupa teori maupun praktiknya sehingga sehingga memberi bekal pada para siswa akan keterampilan mengolah sampah baik di sekolah maupun di rumahnya masing-masing. Teknologi tepat guna yang diperkenalkan adalah inovasi pengolahan sampah organik menjadi pupuk organik kompos, pupuk organik cair, dan eco-enzyme.

Inovasi pembuatan pupuk organik kompos yang diperkenalkan adalah penggunaan komposter aerobik (kapasitas 120 liter) yang dilengkapi dengan pipa aerasi yang memungkinkan oksigen dapat masuk ke dalam sampah organik yang sedang dikomposkan secara merata. Selain itu dalam proses pengomposannya juga diupayakan berjalan optimal dengan cara ditambahkan bio-starter alami (berupa kompos matang) dan cairan penyiram kaya nutrisi (berupa cairan hasil fermentasi sampah organik buah-buahan), serta pembalikan atau pengadukan yang rutin dilakukan sepekan sekali. “Dengan komposter inovatif tersebut, sampah organik berupa daun-daunan yang ada di sekitar halaman dan kebun sekolah dapat menjadi kompos sekitar enam sampai tujuh pekan,” katanya.

Selain komposter aerobik yang inovatif tersebut, juga diperkenalkan cara mudah membuat pupuk cair dan eco-enzyme dengan fermentor (kapasitas 12 liter) yang dilengkapi dengan seal air dalam botol yang dapat mengeluarkan udara dari fermentor melalui selang secara otomatis sehingga tidak perlu buka-tutup tutup fermentor untuk mengeluarkan gasnya setiap hari atau setiap jangka waktu tertentu.

Secara alamiah dalam pembuatan pupuk organik cair dan juga eco-enzyme pada pekan pertama mengeluarkan sejumlah gas yang jika tidak dikeluarkan akan membuat fermentor gembung dan pecah. Fermentor tersebut dapat digunakan untuk membuat pupuk organik cair sekaligus juga eco-enzyme. Sementara itu, lubang resapan biopori juga diperkenalkan dalam rangka memperkaya khasanah pengolahan sampah organik sekaligus menciptakan lubang resapan air sehingga dapat menabung air ketika musim hujan. (DR)