JAKARTA- Gangguan pertumbuhan fisik pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi jangka Panjang (stunting) tetap menjadi isu utama di Indonesia. Sekitar 26,8% anak-anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting akibat malnutrisi. Di Jakarta, prevalensi stunting tercatat sebesar 14,8%. Selain itu, masalah sampah makanan juga cukup mengkhawatirkan, dengan sekitar 34% sampah makanan yang dihasilkan di Indonesia masih dapat dikonsumsi.

Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) merespons permasalahan tersebut dengan meluncurkan program pengabdian masyarakat yang menggabungkan teknik Re-Grow sampah rumah tangga dan edukasi pencegahan stunting. Melalui teknik Re-Grow, masyarakat diajarkan cara menumbuhkan kembali bagian sayuran yang dibuang untuk dijadikan tanaman baru.

“Pencegahan stunting tidak harus mahal, salah satunya dengan memanfaatkan bagian sayuran yang dapat ditumbuhkan kembali,” ujar Wezia Berkademi, Ketua Tim Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat SIL UI saat menjelaskan kegiatan Pengmas SIL UI di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Rawasari Ceria, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024). Kegiatan Pengmas SIL UI melibatkan lebih dari 30 perwakilan warga RW 01 Kelurahan Rawasari dan mendapat sambutan positif berbagai pihak.

Menurut Wezia, program ini bertujuan untuk mengedukasi warga tentang pentingnya gizi seimbang bagi tumbuh kembang anak. Selain teknik Re-Grow, kegiatan ini juga melibatkan permainan edukatif interaktif yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pola makan sehat. Permainan ular tangga bertema “Cegah Stunting” mengajak peserta untuk belajar sambil bermain, dengan fokus pada pemberian ASI eksklusif, pemilihan makanan bergizi, dan peran vaksinasi.

Dengan adanya kegiatan ini, lanjut Wezia, masyarakat, terutama ibu rumah tangga, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan pangan yang mahal dan lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Program ini tidak hanya memberikan solusi terhadap masalah stunting dan sampah makanan, tetapi juga menciptakan kesadaran kolektif dalam menciptakan lingkungan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Stunting adalah kondisi terhambatnya pertumbuhan fisik pada anak akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada dua tahun pertama kehidupan. Anak yang mengalami stunting memiliki tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Stunting dapat mengganggu perkembangan otak, memengaruhi daya tahan tubuh, dan meningkatkan risiko penyakit di kemudian hari. “Selain faktor kekurangan gizi, stunting juga dapat dipengaruhi oleh pola makan yang tidak seimbang, infeksi berulang, sanitasi yang buruk, dan kurangnya akses terhadap layanan kesehatan yang memadai,” jelas Wezia.

Ayi Sasmita, Ketua RW 01 Kelurahan Rawasari, mendukung penuh kegiatan ini. Setiap hari, pihaknya memilah 1.200 kg dari 2.700 kg sampah per hari. Dengan penerapan Re-Grow, Ayi berharap dapat mengurangi timbulan sampah makanan dan mendukung program Pemerintah DKI Jakarta untuk mengurangi sampah dari sumbernya. “Pemprov DKI akan memberlakukan retribusi pelayanan kebersihan mulai Januari 2025, dengan pembebasan retribusi bagi warga yang sudah memilah sampahnya,” ujarnya.

Sesi pertama dalam kegiatan Pengmas SIL UI mengulas tentang pentingnya kesehatan masyarakat dan peran keluarga dalam mencegah stunting. Mahasiswa SIL UI, Abdi Nusa Persada Nababan, menjelaskan pola hidup sehat berperan penting dalam upaya mencegah stunting. “Pola makan yang sehat, kebersihan, olahraga, dan istirahat yang cukup adalah faktor utama untuk mencegah stunting,” ujar Abdi. Dia juga menekankan pentingnya peran ibu dalam memberikan gizi yang tepat kepada anak sejak dini.

Pada sesi berikutnya, Assyifa Fauzia, mahasiswa SIL UI, memperkenalkan teknik Re-Grow secara praktis kepada para peserta. Assyifa mengajarkan cara menumbuhkan kembali sayuran seperti daun bawang, kangkung, dan wortel menggunakan pot kecil, polybag, atau metode hidroponik. “Metode ini tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga dapat mengurangi ketergantungan pada pembelian sayur mayur dari pasar,” jelas Assyifa. Dengan Re-Grow, diharapkan masyarakat dapat menciptakan kebun kecil di rumah mereka dan meningkatkan ketersediaan pangan sehat.

Kegiatan ini dilanjutkan dengan praktik Re-Grow. Warga RW 01 Kelurahan Rawasari bersama mahasiswa SIL UI menanam kembali potongan sayuran yang terbuang. Setiap peserta diajarkan cara merawat tanaman yang ditanam di pot kecil atau polybag agar tumbuh subur. Para peserta sangat antusias mengikuti kegiatan ini, berbagi pengalaman dan tips dalam bertani. Ini menjadi ajang bagi mereka untuk saling berkolaborasi dalam upaya menciptakan kebun kecil yang dapat menyediakan pangan sehat untuk keluarga.

 

Warga RW  01 Rawasari bersama tim Pengmas SIL UI (foto: istimewa)

Dengan dilaksanakannya program pengabdian masyarakat ini, Wezia berharap warga RW 01 Kelurahan Rawasari dapat mengaplikasikan teknik Re-Grow di rumah mereka. Apalagi kegiatan ini bertujuan untuk menyebarkan pengetahuan tentang pencegahan stunting kepada masyarakat luas. Para peserta diharapkan dapat menjadi agen perubahan, menyebarkan informasi tentang Re-Grow dan pentingnya gizi seimbang kepada komunitas lainnya. “Kami berharap kegiatan ini dapat berdampak luas, tidak hanya di Rawasari, tetapi juga di wilayah perkotaan lainnya,” kata Wezia.

Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh SIL UI ini menjadi contoh nyata bagaimana pendidikan dan pemberdayaan masyarakat dapat menyelesaikan masalah sosial dan lingkungan. Dengan metode yang sederhana dan terjangkau, Re-Grow dapat memberikan dampak besar terhadap pengurangan sampah makanan dan pencegahan stunting di perkotaan. Selain itu, permainan edukatif yang diselenggarakan memperkuat kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan bagi tumbuh kembang anak. Program ini menjadi langkah penting dalam mewujudkan komunitas yang lebih sehat, mandiri, dan berkelanjutan. (DR)