JAKARTA – Kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1 berkapasitas 2×300 megawatt (MW) memasuki babak baru menyusul penetapan Sofyan Basir, Direktur Utama PT PLN (Persero) sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 23 April 2019. Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy Resources Indonesia, mengatakan berdasarkan keterangan saksi dan tersangka di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk terdakwa EMS, Johannes Soekoco dan Idrus Marham terungkap jelas banyak pertemuan di berbagai tempat. Bahkan ada pertemuan yang digelar di luar negeri yang dihadiri Sofyan, Nicke dan Iwan Supangkat dalam usaha memuluskan skenario agar semua keinginan konsorsium PT Blackgold Natural Resorces Ltd, PT Samantaka Batubara dan China Huadian Enginerring Co Ltd dengan anak usaha PLN yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) dan PT PLN Batubara.
“Kasus PLTU Riau 1 memasuki babak baru, yaitu diduga melibatkan sejumlah direksi PLN lainnya, karena tidak mungkin SB bisa bekerja sendiri,” kata Yusri, Senin (29/4).
KPK secara resmi telah mengumumkan akan memanggil Nicke, Iwan sebagai direksi PLN saat itu, menyusul beberapa jajaran direksi anak usaha PLN yang mulai diperiksa KPK.
Berdasarkan keterangan yang terungkap di pengadilan pula, terungkap nilai suap telah mengalir jauh ke berbagai pihak dan banyak yang sudah dikembalikan ke KPK, termasuk yang sempat digunakan untuk acara Munas Luar Biasa Partai Golkar pada 13 Desember 2017 yang telah mengantarkan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum.
“Tentu sangat wajar adanya peran kedua direksi PLN lainnya dalam membantu Sofyan Basyir memenuhi keinginan konsorsium Blackgold keputusan PPA (Power Purchase Agreement) dengan PJB dan PLN Batubara cepat disetujui agar proses kontruksi pembangkit bisa segera dilaksanakan, karena PLTU Riau ini direncanakan akan beroperasi secara komersial pada akhir tahun 2023,” ungkap Yusri.
Dia menambahkan bahwa jelas dikatakan SB telah menugaskan direksi untuk memonitor dan membantu semua proses tersebut. Apalagi munculnya proyek PLTU Riau 1 dimulai dari tahap perencanaan sampai dengan disetujuinya proyek pembangkit itu oleh menteri ESDM di dalam RUPTL 2017-2026 adalah dibawah tanggung jawab direktur pengadaan strategis 1 PLN yang saat itu dijabat Nicke Widyawati. Saat ini Nicke merupakan direktur utama PT Pertamina (Persero).
Apabila sudah mendapat persetujuan dan masuk dalam RUPTL, maka keputusan dewan direksi PLN yang kemudian yang akan menentukan apakah proyek pembangkit listrik itu akan di swakelola atau dengan skema IPP/ Independent Power Producer. Sehingga keterangan SB sebagai tersangka tentu sangat diharapkan publik.
“Kami sangat percaya KPK bisa mengunggkap peran direksi lainnya, meskipun publik tahu bahwa banyak pihak yang telah mengintervensi pimpinan KPK agar kasus suap PLTU Riau 1 tidak melebar kemana-mana, karena proyek 35.000 MW diduga banyak dikawal elit politik, maka dikhawatirkan kalau dibuka semuanya akan menggegerkan dunia politik pemerintah,” kata Yusri.(RI)
Komentar Terbaru