JAKARTA – Pemerintah diminta tidak mudah mengabulkan permintaan Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) untuk mengurangi royalti penjualan ke negara. Ketentuan Urndang-Undang terkait penetapan besaran royalti penjualan bahan tambang tetap harus dijalankan. Jangan sampai pemerintah tergoda untuk menyetujui dengan alasan apapun. Hal ini diungkapkan Mulyanto Anggota Komisi VII DPR. Senin (7/12).
Menurut Mulyanto, ia mendapatkan infirmasi bahwa APBI meminta pemerintah mengurangi nilai royalti yang berlaku lantaran harga pasaran batu bara anjlok. Permintaan tersebut diajukan menyusul ditandatanganinya kesepakatan antara APBI dengan China Coal Transportation and Distribution Association (CCTDA), bulan lalu.
APBI dan CCTDA sepakat untuk meningkatkan ekspor batu bara dari Indonesia ke China mulai 2021 selama tiga tahun. Kesepakatan tersebut bernilai US$1,46 miliar atau sekitar Rp20,6 triliun untuk ekspor batu bara ke China sebesar 200 juta ton. Atas kesepakatan kerja sama tersebut, APBI minta pengurangan royalti karena harga jual batu bara ke China sangat murah.
Mulyanto menilai pemerintah tidak bisa mengurangi royalti seenaknya. Ini adalah pendapatan negara yang menjadi hak masyarakat yang diatur dalam undang-undang. Penentuan besaran persentase royalti, termasuk harga batu bara acuan (HBA) didasarkan pada data empirik, baik domestik maupun internasional. Bahkan HBA dihitung berdasarkan parameter harga domestik dan internasional yang fluktuatif secara bulanan.
Artinya HBA ituf mengikuti perubahan harga pasar, sehingga tidak memberatkan pihak pembayar royalti namun cukup adil sebagai penerimaan Negara. Mengingat batu bara adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan dikuasai Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Selama ini penerimaan Negara dari sektor ini berjalan lancar. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) di sektor mineral dan batu bara pada 2018 mencapai angka Rp50 triliun. Sekitar 80% dari angka itu berasal dari setoran pengusaha batu bara,” kata Mulyanto.
Pada 2019, PNBP sektor minerba memenuhi target APBN sebesar Rp43,2 triliun, meski untuk target APBN 2020 mengalami penurunan sekitar 20% dengan realisasi sebesar Rp37 triliun akibat pandemi Covid-19.
“Jadi, soal harga jual yang anjlok ini adalah murni mekanisme pasar, yang berbasis kesadaran bisnis pengusaha dalam mendapatkan untung. Tidak adil kalau risiko bisnis tersebut dibebankan ke negara melalui pengurangan penerimaan negara,” tegas Mulyanto.(RI)
Komentar Terbaru