JAKARTA – Undang-Undang Minyak dan Gas (UU Migas) dinilai harus berorientasi untuk menerjemahkan amanah konstitusi UUD 1945 Pasal 33 serta tata kelola migas yang berorientasi kepentingan nasional. Dalam hal ini, negara bertindak dalam kapasitas sebagai regulator bukan operator atas penguasaan eksekusi bisnis secara langsung.
“Dalam hal pengelolaan migas, negara selayaknya menyerahkan hak penguasaan untuk pengusahaan dengan cara memberikan kuasa secara utuh kepada satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang 100% sahamnya milik negara, yakni PT Pertamina (Persero) demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Indonesia,” kata Arie Gumilar, Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), dalam sebuah diskusi pekan lalu.
Arie mengatakan, salah satu cerminan UUD pasal 33 adalah Undang- Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1971 yang mengatur Tata Kelola Energi Primer Sektor Migas serta undang-undang baru yang tidak terpengaruh oleh kepentingan asing. Kekayaan sumber daya alam dalam hal ini cadangan migas memiliki nilai ekonomi. Dengan demikian Pertamina dapat diberikan kuasa secara utuh untuk pengelolaanya serta memonetisasi.
Menurut Arie, dalam pengelolaan migas, negara menyerahkan hak penguasaan dan pengusahaan dengan cara memberikan kuasa secara utuh kepada satu BUMN, yaitu Pertamina yang 100% sahamnya dimiliki oleh negara. Pemerintah dalam melaksanakan kuasa penguasaan migas harus dituangkan ke dalam pengaturan sebagai landasan hukum untuk kegiatan pengusahaan yang bertujuan bagi kepentingan nasonal.
“Tidak perlu dilakukan pembentukan badan usaha khusus baru sebagai pengganti BP Migas dalam pengelolaan migas. Pembentukan badan usaha khusus baru merupakan tindakan pemborosan aset negara,” ujar Arie.
FSPPB menyatakan menolak pembentukan badan usaha khusus baru yang tidak memiliki portofolio untuk menyelenggarakan pengusahaan di bidang migas secara kredible. Norwegia merupakan salah satu contoh negara yang pernah membentuk badan usaha khusus baru, namun dalam implementasinya gagal dan kembali ke dalam bentuk satu BUMN.
Umumnya, negara – negara dengan satu BUMN yang disupport penuh oleh pemerintahannya justru berhasil dalam mengembangkan industri migas, seperti halnya Arab Saudi, Malaysia, Thailand, Venezuela, Brazil, Bolivia.
Arie menegaskan demi mengedepankan kepentingan nasional, maka harus ada keberpihakan kepada BUMN Migas dalam hal ini Pertamina yang harus diberdayakan dan dibesarkan. “Karena itu, negara harusnya memberi hak kuasa pertambangan dan hak penguasaan kepada Pertamina melalui Kementerian ESDM untuk mengendalikan dan mengelola usaha hulu migas,” tandas Arie.(RA)
Komentar Terbaru