JAKARTA – Serapan gas domestik secara keseluruhan tidak mencapai target sesuai kontrak pada 2019. Realisasi hingga April baru mencapai 5.573,74 BBTUD atau 74,7% dari kontrak gas domestik sebesar 7.458 BBTUD.
Sukandar, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengakui konsumsi Gas beberapa sektor tidak sesuai dengan target. Salah satu sektor yang serapan gas tidak sesuai dengan target adalah industri dan pupuk.
Untuk sektor industri target sesuai dengan kontrak tahun ini sebesar 2.482,37 BBTUD, namun realisasi hingga April baru 1.390, 87 BBTUD.
Sukandar mengatakan pasokan gas di wilayah Jawa Timur tidak optimal menadi penyebab tidak tercapainya target pemanfaatan gas.
“Jawa Timur ada mereka yang tidak dapat gas. Padahal contract based. Tapi kalau Kaltim, pupuk, methanol itu gasnya terpenuhi. Jadi tiap daerah banyak tantangannya,” kata Sukandar di Gedung DPR, Kamis (16/5).
Untuk industri pupuk dalam kontrak seharusnya gas diserap sebanyak 849,39 BBTUD, namun serapan rata-rata hanya 680,68 BBTUD.
Sektor lain yang pemanfaatannya jauh dibawah target adalah ketenagalistrikan. PT PLN (Persero) sebagai konsumen utama gas justru lebih memilih mengaktifkan batu bara dengan alasan efisiensi biaya karena biaya operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) jauh lebih murah.
Realisasi pemanfaatan gas untuk listrik sampai April rata-rata sebesar 613,34 BBTUD, padahal kontraknya mencapai 1.142,93 BBTUD.
Sukandar mengungkapkan dalam kontrak seharusnya PLN menyerap 17 kargo LNG yang sudah disepakati pada akhir 2018, namun pada Februari PLN menyatakan hanya akan menyerap enam kargo LNG.
“Tahun ini untuk kepentingan PLN harusnya ada 17 kargo LNG. Tapi PLN minta enam saja. Jadi, kami menjual 11 kargo. Ini di drive karena permintaan PLN,” katanya.
Menurut Sukandar, selain karena PLN mengurangi pemakaian gas dan pasokan yang menurun dari produsen, penyaluran gas untuk pembangkit juga terbatas lantaran terbatasnya fasilitas untuk mengolah gas dari LNG.
Di Indonesia setidaknya hanya ada tiga fasilitas receiving terminal LNG yang bisa langsung menyalurkan ke gas pipa.
“Gas ini unik karena LNG disalurkan kalau ada LNG receiving terminal. Ini cuma ada di Laut Jawa yang dikelola Nusantara Regas di Lampung. Satu lagi di Tanjung Benoa, Bali, harus ada receiving di daerah yang butuh kantung gas,” kata Sukandar.
Untuk pos penggunaan lain seperti lifting realisasi rata-rata sebesar 171,61 BBTUD dari target 191,65 BBTUD. Lalu ada pemanfaatan gas untuk BBG dari target 20,80 BBTUD realisasi pemanfaatan hanya 7,81 BBTUD. Kemudian untuk jaringan gas realisasi hanya 3,71 BBTUD dari target 9,98 BBTUD.(RI)
Komentar Terbaru