PEMILIHAN pengembang proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1 berkapasitas 2×300 megawatt (MW) dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung, namun setelah terkuak kasus penyuapan terkait proyek tersebut kini siapa yang berhak menunjuk pengembang kini justru menjadi abu-abu.
Versi Sofyan Basir, Direktur Utama PLN, proyek PLTU Riau 1 merupakan proyek PLTU mulut tambang yang dikerjakan anak usaha PLN ,yakni PT Pembangkit Jawa Bali (PJB). PJB kemudian yang memilih dan menunjuk pengembang PLTU.
Penunjukkan langsung berdasarkan aturan diperbolehkan, apabila Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap memiliki mayoritas saham di suatu proyek.
“PJB (yang memilih pengembang). Ada persyaratannya dari induk (PLN). Kan kalau 51 (persen saham) boleh nunjuk,” kata Sofyan sesaat setelah kantornya digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin malam (16/7).
Dalam proyek PLTU Riau 1 ada dua anak usaha PLN terlibat. Selain PJB, PT PLN Batubara bertugas memasok batubara. PJB juga menggandeng dua perusahaan swasta lain, yaitu PT Samantaka Batubara Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co., Ltd (CHEC).
Muhammad Bardan, Sekretaris Perusahaan PJB, mengatakan proyek PLTU Riau 1 dikerjakan bekerja sama dengan partner. Namun untuk proses pemilihan partner dilakukan PT PLN Batubara. Samantaka sendiri ditunjuk karena sesuai dengan beberapa syarat yang diajukan PJB dari sisi pasokan batubara.
“Sepengetahuan saya itu sudah biasa, due diligence antara PLN Batubara dan Samantaka, bisa ditanyakan lebih jelas ke PLN Batubara,” kata Bardan.
PLN Batubara dalam skema kerja sama akan mengakuisisi lahan tambang batu bara milik Samantaka Batubara.
“Jadi nanti lahan tambang diakuisisi, mereka (PLN Barubara yang tahu berapa besar akuisisinya),” ungkap Bardan.
PLN sudah menghentikan sementara proses negosiasi pembahasan harga jual listrik dalam proses pembangunan PLTU Riau 1 akibat masalah hukum.
Sementara itu, Blackgold sebagai induk dari Samantaka Batubara menolak dihubungkan dengan kasus suap ini. Dalam keterangan resminya
Philip Cecil Rickard, CEO Blackgold, mengaakan Johanes tidak lagi menjadi bagian perusahaan Blackgold sejak Juni 2018.
“Sampai pengumuman ini negosiasi terkait PLTU Riau 1 sudah dijalankan sesuai rencana dan target,” ungkap Richard.
Dia juga menegaskan bahwa kasus suap yang terjadi tidak memganggu kegiatan operasional produksi batu bara maupun pengiriman batu bara kepada konsumen Blackgold.
Febri Diansyah, juru bicara KPK, menegaskan penyidikan atas suap PLTU Riau 1 masih intensif dilakukan. KPK menduga praktek suap dilakukan dengan melibatkan sekelompok orang.
“Terus dilakukan penyidikan, kami duga melibatkan beberapa orang,” katanya.
Eni Maulani Saragih, Wakil Ketua Komisi VII DPR ditangkap KPK, pekan lalu dan ditetapkan sebagai tersangka dugaan penyuapan dalam proyek PLTU Riau 1. Eni diduga menerima sejumlah dana sebagai pelicin untuk memuluskan proses penunjukan pengembang proyek. Dia ditangkap bersama dengan pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Eni diduga telah menerima uang sebesar Rp500 juta yang merupakan bagian dari komitmen fee 2,5% dari nilai proyek terkait kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1. Uang tersebut diberikan Johannes Kotjo melalui keluarga serta staf Eni.
Uang suap tersebut diduga untuk memuluskan proses penandatangan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau 1. KPK menduga Eni Maulana Saragih bersama sejumlah pihak telah menerima uang suap sebesar Rp 4,8 miliar. Uang Rp500 juta merupakan pemberian keempat dari Johannes Kotjo. Sebelumnya, Johannes Kotjo telah memberikan uang suap sebesar Rp 2 miliar pada Desember 2017 lalu Rp 2 miliar pada Maret 2018 serta Rp300 juta pada Juni 2018.(RI)
Komentar Terbaru