JAKARTA – Sidang kasus bioremediasi dengan terdakwa karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Bachtiar Abdul Fatah, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 26 Agustus 2013. Dua saksi dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan, seluruh kegiatan pengadaan yang dilakukan dalam kegiatan bioremediasi CPI sudah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan pemerintah.
Dua saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu adalah Penasihat Ahli Wakil Kepala SKK Migas, Heru Djoni dan Kepala Divisi Akuntansi SKK Migas, Nono Gunarso. Heru Djoni mengaku, sebelum menempati jabatannya sekarang, ia menjabat Kepala Divisi Manajemen Pengadaan dalam rentang 8 Februari 2008 sampai 19 Agustus 2009. Tugas pokoknya adalah melakukan pengendalian dan pengawasan kontrak kerja sama, menyiapkan procurement budget, serta menyetujui AFE.
Heru menjelaskan, seluruh pengadaan dalam kegiatan hulu migas yang dilakukan Kontraktor Kerjasama (KKKS) migas termasuk dalam kegiatan bioremediasi CPI, telah disetujui SKK Migas. Mekanismenya, CPI melakukan pengajuan, dilanjutkan dengan presentasi di hadapan SKK Migas. Dalam presentasi, dipaparkan detail pekerjaan, tujuan dan anggaran, termasuk tentang rencana penggunaan pihak ketiga atau kontraktor sipil dalam pengerjaan teknis bioremediasi CPI.
“Setelah prosedur itu dilalui dan dilakukan pembahasan, baru kemudian disetujui oleh SKK Migas,” jelas Heru Djoni seraya menyatakan mengetahui bahwa PT Sumigita Jaya merupakan salah satu pemenang lelang kontraktor sipil dalam kegiatan bioremediasi CPI. Hasil lelang itupun telah disetujui SKK Migas. Selanjutnya dalam pelaksanaan kegiatan, pengawasan dilakukan oleh Divisi Operasi SKK Migas.
Sejauh pengetahuannya, Heru Djoni menyatakan bahwa kegiatan bioremediasi CPI telah sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (Kepmen LH) Nomor 128 Tahun 2003, yang merupakan payung hukum pelaksanaan bioremediasi di industri hulu migas Indonesia. Dalam pelaksanaan lelang kontraktor sipil hingga terpilihnya Sumigita Jaya, juga sudah sesuai dengan syarat pengadaan yang diatur dalam PTK 007 BPMIGAS. Diantaranya kontraktor harus memiliki tenaga ahli yang memenuhi kualifikasi.
“Berdasarkan Kepmen LH Nomor 128 Tahun 2003, PT CPI memang bisa mempekerjakan pihak ketiga di bawah supervisi PT CPI. Izin pun CPI yang harus memiliki, karena CPI yang melakukan presentasi teknis,” tegas Heru tentang dasar hukum persetujuan SKK Migas. Biaya untuk pengadaan kontraktor itu pun bisa dimintakan penggantian ke pemerintah melalui mekanisme cost recovery.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, dalam menyetujui cost recovery yang diajukan CPI terkait kegiatan bioremediasi, lebih dulu dilakukan audit oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Berdasarkan report atau laporan KLH pula maka bioremediasi bisa terus berjalan. Pihak KLH pula yang melakukan verifikasi di lapangan terkait kesesuaian kegiatan, berdasarkan data-data teknis yang dilaporkan CPI.
Saat dimintai tanggapannya, penasehat hukum terdakwa, Maqdir Ismail berharap bahwa keterangan saksi pemerintah ini benar-benar menjadi bahan pertimbangan majelis hakim.
“Mengingat keterangan tersebut berasal dari saksi pihak pemerintah berwenang yaitu SKK Migas yang mengeluarkan peraturan dan petunjuk pelaksanaan PTK 007 BPMIGAS ini, maka sudah seyogyanya dijadikan rujukan bagi majelis hakim,” ujar Maqdir.
Menurut Maqdir, sesuai dengan prinsip hukum maka penjelasan dan penafsiran suatu produk hukum dikembalikan kepada pihak yang membuat peraturan tersebut atau pihak yang diberikan kewenangan untuk menentukan pelaksanaan, pengawasan dan penentuan pelanggarannya berdasarkan peraturan yang dimaksud.
“Dari keterangan saksi tadi, semakin jelas bahwa tidak ada persoalan proses tender atau kontrak terkait proyek bioremediasi ini,” pungkasnya.
(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)
Nah! Saksi yang jelas mengetahui bagaimana bioremediasi berjalan sudah bilang ga ada masalah kan sama kasus ini, pak Heru dan pak Nono. Semoga ini bisa jadi bahan rujukan agar semua mata lebih terbuka. Kriminalisasi ini harus segera dihentikan
nah, bener harusnya pernyataan dari pihak pemerintahnya sendiri bisa jadi rujukan bagi majelis hakim. Ini kan membuktikan bahwa bagian2 yang ada di pemerintah masih kurang saling koordinasi dengan baik.
Kalau mereka sudah bekerja sesuai kontrak dan tidak ada keluhan dari pihak CPI, lalu yang salah itu sebenarnya siapa? CPI sebagai pihak yang punya kontrak dengan pemerintah? Pemerintah yang kurang bisa berkoordinasi dengan baik? Pihak pelapor yang tidak suka terhadap suatu hal? Kapan bisa terungkap semua nih kebenarannya..