JAKARTA – Pemerintah resmi memberikan lampu hijau bagi organisasi kemasyarakatan keagamaan untuk memiliki memiliki dan mengelola wilayah tambang batubara. Hal ini ditercantum dalam beleid terbaru yaitu Peraturan Pemerintah No 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai revisi dari PP No 96 tahun 2021.

Dalam beleid terbaru ini, ketentuan diperbolehkannya ormas keagamaan untuk memiliki dan mengelola wilayah tambang diatur dalam pasal 83 A.

Dalam pasal 83A Ayat 1 tertulis Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.

Namun demikian, pemerintah membatasi wilayah yang boleh dikelola adalah wilayah bekas atau pernah dikelola oleh perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Ini tercantum dalam pasal 83A ayat 2 yang berbunyi. WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah eks PKP2B.

Lalu di ayat 3 tertulis IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.

Ayat 4, Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.

Ayat 5, Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya.

Para ormas punya waktu lima tahun untuk memiliki lahan tambang karena dalam beleid ini ditetapkan bahwa  lahan tambang ditawarkan  ormas dalam jangka waktu lima tahun sejak aturan terbaru ini diundangkan. Ini tertulis dalam ayat 6 yang berbunyi Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.

Kemudian ayat 7 tertulis, ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden. (RI)