JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta PT Freeport Indonesia tetap menjalankan komitmennya pada pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter tembaganya, meskipun perusahaan yang mengelola tambang Grasberg di Papua itu sudah mengajukan pengunduran target penyelesaian pembangunan smelter.
Rida Mulyana, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, mengatakan pemerintah sudah menerima pengajuan pemunduran target penyelesaian dari Freeport. Namun, pemerintah tidak akan serta merta memberikan persetujuan terhadap pengajuan pemunduran tersebut. Manajamen Freeport Indonesia harus benar-benar memberikan alasan serta bukti kuat kepada pemerintah.
“Kami sudah terima (pengajuannya) dari mereka. Pasti harus ada alasan misal mereka kesulitan untuk mendatangkan expert-nya atau mendatangkan barangnya akibat pandemi Covid-19. Paling nggak kami dikasih bukti itu,” kata Rida di Jakarta, Kamis (23/7).
Menurut Rida, hingga kini pemerintah belum secara resmi menerima bukti yang dimintakan. “Baru kemarin-kemarin kami diskusinya,” tukas dia.
Freeport Indonesia, lanjut Rida, tidak bisa menghentikan atau aktivitas pembangunan yang akan berdampak pada target penyelesaian begitu saja. Freeport harus memenuhi janjinya ketika diberikan perpanjangan kontrak pengelolaan tambang Grasberg dengan berubah jenis kontraknya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yaitu menyelesaikan pembangunan smelter yang telah ditetapkan, yakni pada 2023.
“Kalau saya, khususnya Freeport yang beralih dari KK ke IUPK kan ada syarat. Jadi tidak usah UU, tinggal nagih janji saja. Kamu (Freeport) kan sudah janji kemarin, saya enggak pakai UU. Kamu kemarin waktu dikasih menjadi IUPK, kamu janji. Itu saja saya sikat,” tegas Rida.
Rida mengatakan pemerintah tegas kepada Freeport untuk urusan pembangunan smelter. Apabila terganggu proses pembangunannya akibat pandemi Covid-19, Freeport Indonesia tidak bisa hanya meminta tanpa menyertakan bukti yang nyata. Freeport akan terus ditagih pemerintah untuk memastikan smelter akan terbangun.
Pada Februari 2020, atau sebelum pandemi Covid-19, Tony Wenas, Presiden Direktur Freeport mengklaim konstruksi smelter sudah dilakukan sejak Agustus 2019. Progress pembangunan secara keseluruhan baru 4,88%, yakni proses pemadatan lahan yang ditargetkan memakan waktu tiga bulan.
Freeport membutuhkan dana sekitar US$3 miliar untuk pembangunan smelter di Gresik. Namun sebagian besar kebutuhan dana tersebut didapatkan dari eksternal. Pabrik smelter milik Freeport Indonesia, rencananya berkapasitas dua juta ton konsentrat dan akan menghasilkan sekitar 500 ribu hingga 600 ribu ton katoda tembaga. Selain itu, pabrik pemurnian tersebut juga akan menghasilkan 40 ton emas per tahun. Freeport sudah memastikan bahwa pembangunan smelter tersebut akan dilakukan di JIPE, Manyar, Gresik.
Pada April lalu, Freeport-McMoRan Inc, salah satu pemegang saham Freeport Indonesia menyatakan adanya rencana untuk menunda pembangunan smelter. Ini juga ditunjukkan dengan dipangkasnya anggaran belanja modal (capital expenditure/capex), termasuk untuk proyek smelter di Indonesia.
Richard Adkerson, President & Chief Executive Officer Freeport-McMoRan, mengatakan pengerjaan proyek smelter mengalami masalah supply chain dan keterlambatan lantaran pembatasan pekerja di lokasi pembangunan di Gresik. “Kami sudah memberitahu pemerintah terkait keterlambatan ini. Kami sedang berdiskusi untuk memperpanjang batas waktu (penyelesaian) smelter yang disepakati di Desember 2023,” kata Adkerson.
Kathleen Quirk, Executive Vice President & Chief Financial Officer Freeport McMoran, menambahkan secara global, Freeport memangkas modal belanja hingga US$800 juta menjadi hanya US$2 miliar menyusul pandemi Covid-19. Pemangkasan anggaran belanja, termasuk di Indonesia sebesar US$200 juta. “Sekitar setengahnya karena pengerjaan upgrading mill yang kami tunda satu tahun lantaran pandemi dan pembatasan kontraktor internasional. Kami juga mengurangi pengeluaran terkait proyek smelter menyusul keterlambatan proyek dan adanya diskusi dengan pemerintah,” ungkap Quirk.
Namun Rida menegaskan, masalah pemangkasan anggaran oleh Freeport-McMoRan adalah urusan internal sebuah perusahaan. Pemerintah Indonesia hanya fokus ke janji yang telah disanggupi manajemen Freeport Indonesia dan tentu juga Freeport-McMoRan ketika melepas 51% sahamnya ke PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebagai perwakilan pemerintah Indonesia.
“Ya ayo mana buktinya (terhambat pandemi), tapi enggak kemudian jadi ingkar janji. Itu mah terserah lah korporasi (pemangkasan capex), tapikan janjinya (selesai 2022). Saya nagih janji saja,” tegas Rida.(RI)
Komentar Terbaru