JAKARTA – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba) disinyalir akibat tekanan pemilik Perjanjian Karya Pengusahaan Batu bara (PKP2B) dan Kontrak Karya (KK), dan berpotensi penyelewengan amanah pasal 33 UUD 1945.
Budi Santoso, Direktur Eksekutif CIRUSS, mengatakan mineral dan batu bara adalah vital dan strategis sehingga pemanfaatan dan pengelolaannya tidak bisa hanya sekedar diperlakukan sebagai komoditi biasa. Terutama batu bara, pemerintah selalu berkomitmen akan memperlakukan sebagai energi bukan komoditi dagang biasa sehingga harus dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan demikian, keuntungan (bukan sekedar PNBP) dapat dipergunakan sebagai sumber untuk mengurangi subsidi dan subsitusi migas.
“Pemerintah harus mengembalikan kategori vital dan strategis sehingga pengelolaan dan penegakan kepatuhan terhadap peraturan dan perundang‐undangan tentang minerba jelas sesuai dengan manfaat yang strategis dan vital,” kata Budi dalam acara diskusi di Jakarta, Kamis (28/11).
Dia menjelaskan, pernyataan pemerintah akan memperkuat BUMN dalam pengelolaan mineral dan batu bara tidak dicerminkan dalam rencana perubahan UU 4/2009 terutama yang berkaitan dengan kelanjutan PKP2B generasi I yang akan habis masa berlakunya. Hilirisasi batu bara yang secara keekonomiannya masih sulit untuk dipenuhi, menjadi syarat untuk dapat memperpanjang kontrak. Hal ini terkesan hanya sebagai alasan sederhana untuk tujuan perpanjangan semata.
“Kebijakan yang tidak proeksplorasi yang telah menyebabkan kegiatan eksplorasi tidak berkembang perlu dikaji ulang terutama berkaitan dengan lelang dalam penerbitan izin dan jual beli perizinan seharusnya tidak diberi celah,” ujar Budi.
Simon F Sembiring, Pengamat Pertambangan, menambahkan bahwa perubahan Pasal 102 & 103 UU 4/2009 dimana kewajiban untuk mineral logam disebut “mengolah dan/atau memurnikan” dalam negeri adalah sebuah kemunduran dan dapat disalahgunakan hanya sekedar pengolahan semata cukup perubahan fisik dan konsentrat. Kebijakan untuk mendorong pemurnian tetap harus dilakukan dalam negeri.
Pada pasal 2 perpanjangan (termasuk peralihan), ada kata – kata dijamin dengan mengacu kepada ketentuan yang berlaku.
“Alasannya supaya ada kepastian berusaha. Ini tidak beda artinya kalau disebut perusahaan berhak mohon perpanjangan dan tergantung kepada
persetujuan pemerintah,” ujar Simon.
Dalam pengajuan DIM, pemerintah dan pengusaha dibuat setara. Pemerintah diposisikan lebih rendah dibanding dalam KK atau PKP2B. Padahal dalam KK dan PKP2B jelas disebutkan bahwa pengusaha adalah kontraktor pemerintah.
“Perluasan yang dapat dilakukan dengan dengan hanya sekedar Keputusan Menteri perlu ditetapkan tidak dapat melebihi perluasan total maksimum 15 ribu hektar. Draft yang tercantum dalam DIM secara tersembunyi dimungkinkan melebihi maksimum tersebut dan ini dapat disebut sebagai “jebakan” bagi pemerintah,” kata Simon yang juga mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM.
Dampak Ganda
Ilham R Nurfajar, Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan Indonesia, mengatakan sejatinya kegiatan industri pertambangan haruslah memiliki dampak ganda (multiplier effect) terhadap berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, dewasa ini tujuan tersebut dinilai jauh api dari panggang. Berbagai persoalan yang timbul merupakan akumulasi dari berbagai kesalahan yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait industri pertambangan.
“Perlu regulasi yang kuat dengan konsep matang dan penerapan aturan yang dapat diterima secara luas,” ujar Ilham.
Menurut dia, pemerintah harus konsisten dalam membangun semangat mewujudkan tata kelola pertambangan yang baik, tidak tebang pilih dan “loyo”. Pemerintah wajib menjadi representasi kepentingan rakyat, sehingga kepentingan politik atau sejenisnya tidak mendominasi dalam perumusan kebijakan yang besar dampaknya akan diterima oleh masyarakat.
Selain itu, pembinaan dan pengawasan menjadi pokok peningkatan dalam pengaturan. Penjelasan tugas pokok dan fungsi melalui aturan yang berpihak kepada kepentingan rakyat, haruslah sampai kepada seluruh pengawas dan pemerintah daerah. Selain regulasi, diperlukan pula sinergitas yang kuat lintas sektoral dan internal stakeholder pertambangan guna mengoptimalisasi potensi sumber daya alam yang tersedia.
“Perbaikan wajib terus dilakukan oleh seluruh pihak pada berbagai aktivitas industri pertambangan,” tandas Ilham.(RA)
Komentar Terbaru