JAKARTA – Blok Sakakemang menjadi pusat perhatian dalam dua tahun terakhir menyusul penemuan cadangan gas dalam jumlah besar pada tahun lalu. Blok yang berada di Sumatera Selatan itu pun seketika memberikan harapan baru terhadap peningkatan produksi gas nasional di tengah mulai menurunnya produksi dalam beberapa tahun ini.
Meski diharapkan segera memproduksi gas, pengembangan Blok Sakakemang hingga kini belum juga berlanjut.
Arief S Handoko, Deputi Keuangan dan Monetisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan dalam pambahasan terakhir dengan Repsol SA, operator Sakakemang, harga gas yang diusulkan masih diatas US$7 per MMBTU.
“Kontraktor ingin keekonomian diatas US$7 per MMBTU,” kata Arief disela diskusi secara virtual, Kamis (6/8).
Menurut Arief, usulan sekaligus keinginan Repsol tersebut akan sulit terwujud lantaran pemerintah sudah menetapkan harga gas bagi industri tertentu serta pembangkit listrik di konsumen maksimal sebesar US$6 per MMBTU.
Arief mengakui temuan gas di Sakakemang cukup fenomenal setelah temuan terakhir dengan jumlah cadangan besar adalah Blok Masela dan Cepu. Namun tetap saja pemerintah sudah mengatur harga gas.
Di sisi lain, industri yang mendapatkan harga gas khusus merupakan industri yang bisa menyerap gas dalam jumlah besar bersama dengan pembangkit listrik, karena itu pasti keduanya menjadi calon konsumen utama gas Sakakemang nantinya.
“Saat ini kami dari divisi komersial ikut campur penentuan ini bisa lanjut atau tidak. Karena harga keekonomian menurut kontraktor dalam hal ini Repsol berbeda dengan harga yang coba kami bisa jual di Indonesia, Apalagi kami ketahui sudah terbit aturan regulated gas price kami batasi harga gas sampai plant gate US$6 per MMBTU untuk industri-industri sesuai Perpres. Mau enggak mau, enggak boleh lebih dari US$6 per MMBTU,” ungkap Arief.
Kebijakan harga gas yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) 89K/2020 dan 91K/2020. Beleid tersebut membatasi harga jual gas maksimal US$6 per MMBTU kepada industri tertentu dan pembangkit listrik. Kebijakan tersebut berlaku untuk tiga tahun ke depan dan dapat dievaluasi kembali.
Arief mengakui, tidak mudah memproses proyek migas hingga dapat diproduksikan. Selain juga masih harus mempertimbangkan tingkat pengembalian modal (internal rate of return/IRR) dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), SKK Migas juga harus menjaga agar penerimaan negara tidak menurun nantinya akibat harga gas.
“Kami harus seimbangkan, menjaga keekonomian tetapi penerimaan negara tidak jadi korban,” kata Arief.
Di Blok Sakakemang, Repsol memegang hak partisipasi (participating interest/PI) sebesar 45% sekaligus sebagai operator blok. Sementara mitranya, Petronas memiliki saham partisipasi sebesar 45% dan MOECO 10%.
Untuk masalah penjualan gas Sakakemang, sebelumnya Repsol Group melalui afiliasinya, Talisman Sakakemang BV, telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. MoU tersebut berlaku sejak 12 Juli 2019 dan akan ditindaklanjuti dengan penandatanganan Gas Sales Agreement (GSA) oleh para pihak.
Repsol menemukan cadangan gas di Blok Sakakemang, Sumatera Selatan dengan perkiraan cadangan setidaknya 2 triliun kaki kubik (TCF) melalui pengeboran Sumur KBD-2X pada awal tahun lalu. Pemerintah bahkan sempat menargetkan agar rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) Sakakemang bisa diserahkan sejak tahun lalu sehingga produksi bisa dikejar di tahun 2021. Apalagi ada fasilitas produksi yang sudah tersedia di Lapangan Grissik, Blok Corridor yang bisa disinergikan.
Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengungkapkan, untuk mempercepat produksi gas Blok Sakakemang maka pengembangannya dilakukan bertahap dengan sertifikasi cadangan untuk 1 TCF terlebih dahulu.
Di awal tahun ini, SKK Migas menargetkan agar Repsol bisa menyodorkan rencana pengembangan (plan of development/POD) Blok Sakakemang pada kuartal I 2020. Dengan demikian, blok tersebut bisa mulai memproduksi gas pada tahun depan. Percepatan produksi temuan cadangan merupakan salah satu strategi SKK Migas untuk meningkatkan produksi migas nasional. Namun hingga kini target tersebut urung terealisasi.
Sementara itu, CEO dan Direktur Eksekutif Repsol SA Josu Jon Imaz San Miguel dalam conference call kinerja Kuartal I-2020, Imaz mengaku ada keterlambatan pengembangan Blok Sakakemang.
“Di Indonesia, pengeboran sumur appraisal di Blok Sakakemang mengalami keterlambatan,” kata Imaz.(RI)
Komentar Terbaru