JAKARTA – Rencana PT Pertamina (Persero) untuk investasi lebih awal di Blok Rokan pupus. Padahal investasi tersebut bertujuan agar produksi Rokan pasca diambil alih Pertamina dari PT Chevron Pacific Indonesia pada 2021 tidak anjlok. Dharmawan H Samsu, Direktur Hulu Pertamina, mengatakan Pertamima sebenarnya sudah menawarkan Joint Drilling Agreement (JDA) kepada Chevron, tapi hingga kini tidak ada titik terang sebagai respon penawaran tersebut. Untuk itu Pertamina sekarang ini akan fokus dalam persiapan pengeboran sesaat setelah kontrak Chevron di Rokan habis pada Agustus 2021.
“Opsi yang sekarang dilakukan lebih kepada memastikan kami mempunyai kesiapan untuk pengeboran pada Agustus 2021. Itu opsi paling dasar. Jadi artinya kami melakukan rencana mengoptimalkan tim yang akan melakukan pengadaan rig maupun well head equipment, tubular, dan semua perlengkapan itu,” kata Dharmawan di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (9/3).
Menurut Dharmawan, jika kondisi saat ini terus berlanjut maka potensi penurunan produksi di Rokan seperti yang terjadi di Blok Mahakam kemungkinan besar akan terulang. “Kemungkinan yang kami lihat sekarang apa yang terjadi di Mahakam bakal terjadi di Rokan,” katanya.
Saat ini Pertamina lebih memilih fokus untuk mempersiapkan seluruh sumber daya yang ada siap saat alih kelola untuk bisa langsung bekerja. Pengadaan alat sendiri paling tidak memakan waktu sekitar satu tahun, karena itu jika persiapan tersebut dimulai tahun ini maka implementasi kegiatan di Rokan nanti bisa lebih cepat.
“Umumnya itu membutuhkan waktu satu tahun, harusnya waktunya cukup, sekarang sudah dimulai. At least dedicated tim sudah ada, kemudian penguatan organisasi sedang dilakukan terus,” ungkap Dharmawan.
Maman Abdurrahman, Anggota Komisi VII DPR menilai dengan pendekatan yang tepat, Pertamina seharusnya bisa untuk melakukan investasi di Rokan sebelum kontrak Chevron selesai. Jalan yang bisa diambil adalah dengan melakukan percepatan kegiatan di sana. Nantinya Pertamina tinggal menentukan kompensasi bisnisnya dengan Chevron.
“Tinggal nanti dihitung saja secara business to business karena dengan percepatan pengambilalihan Rokan tentunya ada pengurangan pendapatan Chevron, tinggal disiapkan saja kompensasinya. Saya pikir ini solusi terbaik,” kata Maman.
Menurut Maman, cara tersebut sangat mungkin untuk dilakukan karena dengan demikian pada dasarnya tidak ada pihak yang dirugikan, Chevron tidak perlu mengeluarkan biaya untuk berinvestasi, di sisi lain Pertamina dan pemerintah bisa melakukan berbagai upaya untuk menekan penurunan produksi. Apalagi masuknya Pertamina di Rokan bukan berarti membeli hak partisipasi (Participating Interest/PI) Chevron di sana. Percepatan itu harus terus didorong karena kepentingan nasional yang menjadi taruhannya.
“Kami dorong untuk percepatan pengambilalihan Blok Rokan agar bisa segera dikerjakan Pertamina, mengingat kepentingan nasional untuk menjaga produksi tidak turun menjadi sangat penting,” tegas Maman.
Pada 2019, dengan ketiadaan kegiatan masif di Rokan realisasi lifting minyak turun jika dibanding 2018. Tahun lalu lifting minyak Rokan hanya 190 ribuan barel per hari, turun sekitar 10 ribu barel per hari dibanding 2018 yang masih sekitar 200 ribuan barel per hari. Tahun ini produksi Blok Rokan ditargetkan hanya sekitar 160 ribuan bph.(RI)
Komentar Terbaru