JAKARTA – Pemerintah dinilai kembali akan melanggar Undang-Undang jika kembali memberikan keleluasaan kepada pelaku usaha tambang yang berubah kontraknya dari Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pertambangan Pengusaha Batu bara (PKP2B) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk memperluas lahan tambang.
Bisman Bachtiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP), mengatakan jika Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) itu benar dan nanti diberlakukan, maka luar biasa fasilitas yang diberikan kepada para pemegang PKP2B.
“Mulai dari perpanjangan dalam bentuk IUPK, pemberian berbagai insentif, luas wilayah tidak dikurangi, dan termasuk masih ada bonus bisa ada penambahan luas wilayah. Hal ini sangat berlebihan dan tidak proporsional serta melanggar azas keadilan,” kata Bisman saat dihubungi Dunia Energi, Senin (14/9).
Bisman mengatakan secara hukum RPP tersebut jika sudah jadi PP juga melampaui kewenangannya. Terlalu jauh jika PP sampai memberikan legitimasi penambahan luas wilayah hanya dengan dasar pengajuan dari pemegang PKP2B/IUPK tersebut. PP tersebut berpotensi bertentangan dengan UU diatasnya, bahkan bertentangan dengan konstitusi Pasal 33 UUD Tahun 1945.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan ulang substansi RPP tersebut serta mengkaji kembali,” ujar Bisman.
Dalam dokumen RPP yang diterima Dunia Energi pada pasal 119 tertulis Pemegang KK dan PKP2B dalam mengajukan permohonan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUPK untuk tahap kegiatan Operasi Produksi kepada Menteri untuk menunjang kegiatan Usaha Pertambangannya.
Menurut Bisman, PP adalah aturan turunan dan pelaksanaan dari UU, substansi isi PP adalah hal hal yang diperintahkan secara jelas dan tegas oleh UU. Dalam UU 3 Thn 2020 kata dia tidak sampai memberikan amanat penambahan luas wilayah pemegang PKP2B/IUPK. “Sehingga jika PP mengatur hal tersebut, maka kebablasan,” kata Bisman.(RI)
Komentar Terbaru