JAKARTA – Pemerintah menegaskan Pulau Jawa tidak akan kekurangan listrik karena sudah mendapat porsi sangat besar pada proyek kelistrikan 35 ribu megawatt (MW). Bahkan, setelah 2021, dimungkinkan ada surplus sekitar 5.000 MW yang bisa dialirkan ke wilayah Sumatera.
“Posisi kelistrikan Jawa dari Banten ke Bali komitmen sudah banyak, PPA sudah banyak, konstruksi juga banyak yang jalan. Kalau semua terealisasi, maka sampai 2021 Jawa kelebihan pasokan listrik 5 gigawatt (GW),” kata Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta.
Menurut Jonan, kelebihan pasokan listrik Pulau Jawa menciptakan kesepakatan pembangunan proyek High Voltage Direct Current (HVDC) alias kabel bawah laut tegangan tinggi arus searah untuk listrik Sumatera-Jawa. Pemerintah sepakat dengan PLN, HVDC bakal mulai dibangun pada 2021 dan targetnya rampung di 2024.
Jonan memutuskan HVDC tetap dibangun, tapi bukan untuk memasok listrik dari Sumatera ke Jawa. Sebaliknya, HVDC akan dibangun untuk mentransfer surplus listrik dari Jawa ke Sumatera.
“Dulu idenya, HVDC 500 kV itu ditujukan untuk memasok listrik dari Sumbagsel (sistem kelistrikan Sumatera Bagian Selatan) ke Jawa. Sekarang pindah dari Jawa ke Sumatera. Bisa saja seperti itu, lihat pertumbuhan di Jawa,” kata dia.
Jonan juga mengingatkan agar pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dapat di selesaikan lebih cepat pada tahun depan. Untuk itu, RUPTL diminta disahkan Januari 2018.
“Tahun depan kalau ada perubahan, saya inginnya RUPTL sudah disahkan akhir Januari. Sehingga proses bisnis yang dilakukan PLN sebagai operator dan para mitra di daerah bisa lebih cepat,” ungkap dia.
Pemerintah melalui Keputusan Menteri ESDM (Kepmen ESDM) Nomor 1415 K/20/MEM/2017, RUPTL untuk periode 2017 – 2026 telah disahkan. Dalam RUPTL terbaru ini, target bauran energi untuk Energi Baru Terbarukan (EBT) naik dari sebelumnya 19,6% menjadi 22,5% pada 2025.
Revisi RUPTL juga menetapkan target terbaru infrastruktur ketenagalistrikan, mengoptimalkan pemanfaatan energi setempat untuk pembangkitan tenaga listrik. Serta pemilihan teknologi yang lebih efisien sehingga dapat menurunkan biaya pokok penyediaan tenaga listrik.
Dalam RUPTL 2017-2026, jika digabung, pembangkit listrik dari energi air, panas bumi dan EBT lainnya diharapkan bisa mencapai bauran energi 22,5% pada 2025. Hal ini sejalan dengan target pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Pembangkit berbahan bakar batu bara pada 2025 ditargetkan 50% dari total energi primer, gas 26% dan BBM diharapkan hanya kurang dari 0,5%. Sementara, target pembangunan jumlah pembangkit listrik dalam RUPTL 2017-2026 adalah sebesar 125 GW pada 2025.
Pada 2019 diharapkan pembangkit yang sudah beroperasi (commercial operation date/COD) sebesar 70GW. Tidak hanya pembangkit, RUPTL terbaru juga menetapkan target pembangunan transmisi dan gardu induk.
Terkait pemanfaatan potensi energi primer per daerah, dalam RUPTL 2017-2026, penggunaan jenis pembangkit di tiap wilayah disesuaikan dengan ketersediaan sumber energi setempat atau yang terdekat.
Pemerintah menyatakan fokus pada least cost basic energy, mendorong semua daerah memakai energi dasar yang paling kompetitif. Misalnya di Sumatera Bagian Selatan, energi dasar dari batu bara masih besar sekali, sehingga didorong untuk membangun PLTU di mulut tambang.
RUPTL 2017-2026 juga mengatur pengutamaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di mulut tambang serta pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di mulut sumur (well-head). Langkah ini untuk mengurangi biaya pihak ketiga, seperti transportasi. Dengan demikian, Biaya Pokok Produksi (BPP) Pembangkitannya lebih kompetitif sehingga harga listrik bisa terjangkau.
PLTU dinilai kurang efisien jika dibangun di wilayah Papua dan Maluku karena biaya angkut batubara yang mahal. Berbeda dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat yang kaya akan batubara. Lebih baik di Papua dan Maluku bangun PLTG dan Kalimantan diperbanyak PLTU. PLN juga dihimbau untuk membuat rencana zonasi pasokan gas untuk pembangkit baru. Sejalan dengan pemerintah, target pembangunan infrastruktur listrik PLN dalam RUPTL ini akan mengedepankan EBT.
PLN juga akan mengembangkan PLTU mulut tambang dengan target total kapasitas adalah sebesar 7.300MW. 1.600MW PLTU mulut tambang akan dibangun di Kalimantan. Sisanya akan dibangun di Sumatera.
Pembangunan pembangkit PLN hingga tahun 2025 ditargetkan sebesar 77 GW, transmisi sebesar 67.422Kms dan gardu induk dengan target 164.170MVA.(RA)
Komentar Terbaru