JAKARTA – Pembangunan kereta cepat harus dipandang dari sisi kepentingan pembangunan ekonomi dari satu kota ke kota lain yang mengubungkan suatu sentra produksi dengan jaringan distribusi. Proyek ini harus dilihat sebagai sarana untuk menggerakkan perekonomian nasional. “Kereta api itu mobilitas untuk rakyat,” tegas Jusman Syafi’i Djamal, pengamat transportasi, di Jakarta, Jumat (9/10).
Dia mengatakan apabila dipandang dari aspek ekonomi semata, pembangunan kereta cepat memang seolah-olah tidak ekonomis karena padat kapital dan pada teknologi. Kondisi ini mirip layanan pesawat terbang di Papua. “Kalau tidak menggunakan pesawat terbang, satu daerah ke daerah lain di Papua itu susah dijangkau. Padahal secara ekonomi, menggunakan pesawat terbang memang tidak ekonomis,” katanya. “Itulah yang disebut dalam paradigma transportasi, baik pesawat terbang, kapal, kereta api, yang bersifat masal, adalah penggerak ekonomi suatu wilayah. Trade follow the ship. Taruh dahulu wahananya baru kita bangkitkan ekonomi. Paradigmanya harus ditaruh dalam kaca mata itu.”
Moda transportasi kereta, tambah mantan Menteri Perhubungan itu, bukan merupakan alat transportasi baru bagi masyarakat. Indonesia sudah menguasai teknologi perkeretaapian seperti yang ditunjukkan PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA) dan PT LEN Industri (Persero). Selain itu, industri pendukungnya sudah tumbuh seperti beton yang diproduksi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk maupun PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
“Karena itu kalau kita loncat dari kereta low speed ke high speed, sebenarnya bukan masalah yang aneh, karena lebih pada keberlanjutan dari suatu yang kita miliki. Kecuali negara yang memang belum menguasai teknologi kereta api,” tambahnya.
Menurut dia, pengembangan kereta api cepat akan memberikan dampak positif pada industri kereta nasional. Pertama, keahlian, rekayasa dan rancang bangun yang dimiliki INKA bisa ditingkatkan. Selain itu, industri kereta cepat akan meningkatkan kebutuhan terhadap aluminium sebagai bagian dari bahan pembuat gerbong.
“Indonesia sebagai salah satu produsen bauksit yang bisa diolah menjadi alumina dan kemudian diproses lagi menjadi aluminium. Kalau selama ini bakusit dijual bijih dan menjadikan Cina sebagai produsen aluminium terbesar, bisa kita ambil alih termasuk memprokdusi produk antara seperti alumina. Atau kita optimlakan Asahan yang memproduksi aluminium,” katanya.
Selain itu, Jusman menuturkan pengembangan kereta cepat itu hanya menarik kalau menghubungkan dua kota besar misalnya Bandung-Jokarta, Yogyakarta-Jakarta, atau Surabaya-Jakarta. “Apalagi menghubungkan Jakarta-Bandung, satunya kota megapolitan dan satu lagi kota kecil yang sedang tumbuh yang biaya hidupnya lebih rendah ketimbang Jakarta,” ujarnya.
Kodrat Wibowo, pengamat ekonomi dari Universitas Padjadjaran, Bandung, menambahkan kehadiran kereta cepat akan memberi manfaat ekonomi yang besar. Ini berangkat dari asumsi bahwa transportasi akan menjadi pemicu atau pendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. “Dengan hadirnya kereta cepat mobilitas manusia akan semakin cepat sehingga pertumbuhan dan perkembangan suati daerah semakin cepat,”kata Kodrat.
Dia mengingatkan agar tidak melihat dampak atau manfaat ekonomi dalam masa yang singkat. Dampak dari kehadiran kereta cepat akan terasa dalam jangka panjang setelah 4 sampai 10 tahun beroperasi. Kodrat juga mengakui kalangan investor yang hendak masuk ke bisnis ini harus lebih berhati-hati dan mempertimbangkan banyak hal.
Sebagai moda transportasi masal, peran pemerintah harus ada. Namun dengan kahadiran konsorsium BUMN yang terdiri atas empat BUMN juga dilihat sebagai perwakilan negara.
Perbedaan tarif seperti yang diterapkan di layanan telekomunikasi juga bisa diterapkan di moda transportasi ini seperti untuk jam atau hari padat, ada perlakukan tarif khusus. Dan itu sudah terbukti berhasil.
Sementara itu dari sisi ekonomi, proyek ini menurut Kodrat, akan memberikan manfaat mulai dari penyerapan tenaga kerja. “Proyek ini tentu akan menyerap tenaga kerja yang banyak mulai dari awal sampai ketika sudah mulai beroperasi. Selain itu akan terbangun sentra-sentra baru disepanjang lintasan kereta cepat,” katanya.
Pengembangan proyek KA super cepat itu digarap oleh ChinaRailway Corporation bekerja sama dengan empat BUMN, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR), PT Kereta Api Indonesia, dan PT Perkebunan Nusantara VII yang membentuk perusahaan patungan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia. Struktur modal, 60% Indonesia dan 40% China.
Nilai proyek kereta api cepat ini US$ 5,5 miliar dengan panjang rute 150 kilometer dengan trase Gambir, Jakarta-Gedebage, Bandung. Menurut rencana akan ada delapan stasiun dengan kecepatan kereta 300 km per jam. Proses konstruksi proyek ini mulai 2016 dan direncanakan selesai dan beroperasi pada 2019.(LH)
Komentar Terbaru