JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menargetkan proyek hilirisasi batu bara menjadi DME di Tanjung Enim selesai dan mulai berproduksi komersial 2025 dengan konsumsi batu bara sekitar enam juta ton per tahun selama minimal 20 tahun, untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun-nya. Target tersebut sebenarnya mundur dari target semula yakni pada 2023-2024.
Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam, mengungkapkan proyek hilirisasi batu bara Tanjung Enim dikerjakan melalui kerja sama antara tiga perusahaan, yakni PT Pertamina (Persero) sebagai offtaker atau yang menyerap produk DME sebagai pengganti LPG dan investor pemilik teknologi gasifikasi batu bara yaitu Air Product. Perjanjian kerja sama telah ditandatangani pada 2019, kemudian pada 2020 dilanjutkan dengan tahap rancangan enjiniring lebih detil untuk persiapan pembangunan pabrik Coal to Chemicals (DME), termasuk mempersiapkan hal terkait pra-konstruksi pembangunan pabrik. Untuk Bukit Asam berperan sebagai pemasok batu bara ke pabrik.
Menurut Arviyan, kebutuhan biaya pembangunan pabrik hilirisasi nanti tidak akan dibebankan kepada Bukit Asam maupun Pertamina. Air Product nanti yang akan menangung biaya investasi sebesar US$2,4 miliar.
”Investasi US$2,4 miliar untuk gasifikasi. Bukit Asam sebagai coal supplier yang ang suplai ke pabrik. Pertamina sebagai offtaker produk. Yang bangun pabrik adalah nantinya Air Product yang akan bawa dana US$2,4 miliar tadi. Kita hanya siapkan infrastruktur, sarana perizinan dan suplai batu bara,” kata Arviyan, dalam konferensi pers virtual, Rabu (30/9).
Selain DME, proyek Tanjung Enim juga akan menghasilkan 300.000 ton Methanol, dan 250.000 ton Methanol Ethylene Glycol (MEG).
Semula Bukit Asam terlibat dalam dua proyek gasifikasi. Satu proyek lainnya diputuskan untuk tidak dilanjutkan sementara.
Arviyan mengatakan keputusan tidak melanjutkan proyek gasifikasi di Peranap karena faktor teknis ketersediaan infrastrukture pendukung. Proyek di Tanjung Enim juga diklaim lebih ekonomis dibanding Peranap.
“Di Tanjung Enim dulu karena sudah ada ketersediaan infrastruktur
Tahap awal ini kami cari yang efisien sisi infrastruktur lokasi, capex and opex lebih ekonomis baik dibanding Peranap. Apabila sudah berhasil baru di Peranap,” kata Arviyan.(RI)
Komentar Terbaru