JAKARTA – Indonesia dinilai berpotensi menjadi pusat energi berkelanjutan di kancah global. Dengan kapasitas sumber daya terbarukan yang sangat menjanjikan, termasuk lebih dari 550 GW tenaga surya, 450 GW tenaga angin, 100 GW tenaga air, 10 GW tenaga panas bumi, dan 20 GW biomassa, memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mewujudkan sektor tenaga listrik bersih.

Berlokasi strategis di wilayah Asia Pasifik, Indonesia merupakan konsumen energi terbesar di Asia Tenggara dengan kebutuhan energi yang terus meningkat. Indonesia juga menduduki peringkat kedelapan kontributor emisi gas rumah kaca (GHG) global, dan karena itu memegang peranan penting dalam mewujudkan transisi energi yang efektif baik secara regional maupun global. Konsumsi energi Indonesia diperkirakan naik tiga kali lipat pada tahun 2060 dibandingkan saat ini, didorong pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan industrialisasi. Seiring dengan ekspansi ekonomi, permintaan energi diperkirakan meningkat di semua sektor, termasuk transportasi, industri, dan perumahan.

Anders Maltesen, President Energy Industries Asia ABB, mengatakan kebutuhan untuk memangkas emisi, diikuti kebutuhan untuk memenuhi permintaan energi, membutuhkan pendekatan yang menyeluruh dan multidisiplin. Untuk memastikan transformasi yang
sukses, Indonesia terus berupaya mengurangi ketergantungan sektor tenaga listrik pada bahan bakar fosil, mengadopsi sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, sambil beralih ke sistem energi bebas karbon.

Dalam kerangka regulasi, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan dan insentif fiskal untuk mendorong pertumbuhan hijau, dengan fokus pada mobilitas listrik, pasar karbon, dan energi terbarukan. Selain itu, telah dibentuk Just Energy Transition Partnership (JETP), sebuah kemitraan
global yang menyepakati mobilisasi pembiayaan publik dan swasta sebesar US$20 miliar untuk mendekarbonisasi sektor energi Indonesia sambil menjaga batas pemanasan global 1,5 °C tetap
tercapai. Di bawah JETP, Indonesia menetapkan target mengurangi emisi karbon menjadi 250 juta metrik ton per tahun untuk sektor tenaga listrik on-grid pada tahun 2030, sambil meningkatkan pangsa pembangkit listrik dari energi terbarukan menjadi 44 %.

“Jika dilakukan dengan benar, hasil yang menjanjikan dari kebijakan transisi energi tersebut, didukung oleh kepemimpinan politik dan transformasi budaya yang masif, akan memungkinkan kemajuan ini terjadi. Transisi energi Indonesia adalah indikator transformasinya menjadi ekonomi maju,” kata Anders, saat temu media di Jakarta, Selasa(25/6).

Anders menyampaikan, sebagai mitra teknologi energi, ABB berkomitmen mentransformasi sektor energi melalui portofolio lengkap solusi elektrifikasi, otomatisasi proses, dan digitalisasi. Solusi ABB dirancang untuk mendukung pelanggan dalam menavigasi kompleksitas transisi energi dan mencapai emisi nol bersih.

Dengan teknologi terdepannya, ABB fokus untuk memungkinkan operasi hemat energi dan rendah karbon di seluruh industri tradisional melalui digitalisasi dan otomatisasi, mendukung pengembangan solusi energi baru dan terbarukan, serta mendorong penggunaan sumber daya yang lebih bertanggung jawab.

Menurut Anders, untuk mewujudkan implementasi CCUS yang efektif Indonesia dapat mengambil pelajaran dari proyek besar internasional yang didukung oleh ABB seperti Proyek Longship di Norwegia dan proyek CCUS megaton pertama yang terintegrasi di China. Malaysia dan Jepang juga mengikuti jejak dalam mengejar inisiatif CCS. Sementara di Inggris, ABB telah menjali kemitraan dengan Pace CCS, menggunakan teknologi kembar digital untuk mensimulasikan dan mengoptimalkan desain dan operasi CCS.

“Indonesia memiliki potensi untuk menjadi produsen regional terkemuka hidrogen dan amonia dengan keunggulan kompetitif dalam produksi hidrogen bersih,” ujar Anders.

Salah satu portofolio proyek terbaru ABB termasuk proyek Rantai Pasokan Energi Hidrogen Australia di mana ABB menyediakan solusi otomatisasi, elektrifikasi, dan instrumentasi untuk mendukung proyek dalam memproduksi dan mengangkut hidrogen cair pertama di dunia ke Jepang pada tahun 2022.

Selain itu, ABB memiliki rangkaian solusi yang berfokus pada optimasi manajemen energi hidrogen, yang akan menjadi kunci dalam memanfaatkan pergeseran menuju hidrogen hijau. ABB OPTIMAX untuk Hidrogen Hijau membantu perusahaan utilitas dan industri mengoptimalkan produksi hidrogen hijau dengan mengurangi biaya operasional mereka, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi jejak karbon.

Solusi teknologi kembar digital ABB juga telah diterapkan di berbagai kilang dan pembangkit listrik di seluruh dunia termasuk Indonesia, termasuk platform ABB Ability™ yang digunakan untuk mengoptimalkan jaringan listrik, meningkatkan efisiensi, dan memungkinkan integrasi sumber energi terbarukan secara mulus; basis instalasi ABB PMS, teknologi otomatisasi ABB (ABB Ability™ System 800xA) untuk membantu mengoptimalkan operasi pabrik, yang berpotensi mengurangi konsumsi energi.

Untuk mendukung sektor tenaga panas bumi dan tenaga air yang luas di Indonesia, solusi terintegrasi ABB dalam otomatisasi, eksitasi dan kontrol turbin serta sistem listrik dan paket optimasi lanjutan memastikan fleksibilitas dan ketersediaan. Solusi pemeliharaan prediktif menggunakan AI membantu mengurangi biaya Operasional & Pemeliharaan serta memberikan wawasan untuk strategi operasional. Salah satu portofolio proyek ABB yang termasuk retrofit besar sistem kontrol turbin di Pembangkit Listrik Panas Bumi Derajat untuk meningkatkan fleksibilitas, keandalan, ketersediaan, dan mengurangi biaya pemeliharaan di dua pembangkit panas bumi.

Anders menyebutkan, agar Indonesia mencapai target transisi energi dan nol emisinya, para pelaku industri energi harus berkolaborasi melalui kemitraan strategis antar negara, wilayah, dan industri hingga komunitas lokal untuk memastikan manfaat yang adil bagi semua.

“Di ABB, kami menjalin kemitraan strategis dengan berbagai pakar untuk memperluas kolaborasi dan membantu industri mengidentifikasi teknologi dan solusi bernilai tinggi yang akan membantu Indonesia mencapai ambisinya untuk emisi nol bersih lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah,” ujar Anders.

ABB telah berkolaborasi dengan universitas regional dan lokal dalam mendorong pertumbuhan holistik, termasuk pembangunan pengetahuan, pengembangan keterampilan, dan mentorship. ABB dan Imperial College London baru-baru ini memperpanjang kolaborasi mereka ke pabrik percontohan penangkapan karbon yang unik, menyediakan pelatihan praktis bagi generasi pekerja nol bersih berikutnya, mendidik lebih dari 4.500 mahasiswa sejak 2012.

Sementara di Indonesia, ABB bermitra dengan Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk memelihara talenta teknis, pengembangan
teknologi canggih dan melakukan studi bersama serta penelitian, di bidang seperti integrasi energi terbarukan dan digitalisasi jaringan listrik untuk membuatnya lebih pintar; serta peluang pendidikan tinggi untuk mendorong pengembangan kompetensi dalam teknologi tenaga listrik.

Sementara teknologi, kolaborasi, dan kerangka kebijakan yang kuat adalah kunci untuk mencapai target nol emisi, inovasi dan potensi SDM memiliki porsi yang tak kalah penting dalam mendorong
transisi energi. Melalui upaya kolaboratif dan komitmen bersama, integrasi antara manusia dan teknologi, kita tidak hanya memastikan masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan tetapi juga membuka jalan terhadap kemakmuran yang adil dan merata bagi generasi yang akan datang.(RA)