JAKARTA – Melalui daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diserahkan kepada DPR, Pemerintah akhirnya mencabut skema power wheeling dari Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT). Skema power wheeling adalah pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Melalui skema ini, produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) bisa menjual listrik langsung ke masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki PT PLN (Persero) melalui open source dengan membayar fee yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
“Penerapan power wheeling berpotensi menambah beban APBN yang merugikan negara. Pasalnya, power wheeling akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30%, dan pelanggan non-organik hingga 50%,” kata Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Senin(23/1).
Menurut Fahmy penurunan jumlah pelanggan, selain dapat memperbesar kelebihan pasokan PLN juga menaikkan Harga Pokok Penyediaan (HPP) listrik. Dampaknya, dapat menambah beban APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN sebagai akibat tarif listrik di bawah HPP dan harga keekonomian.
Ia juga menyebutkan bahwa power wheeling berpotensi merugikan rakyat sebagai konsumen, dengan penetapan tarif listrik yang diserahkan pada mekanisme pasar. “Dengan power wheeling, penetapan tarif listrik ditentukan oleh demand and supply, pada saat demand tinggi dan supply tetap, tarif listrik pasti akan dinaikkan,” ujar Fahmy.
Ia mengatakan, power wheeling merupakan liberalisasi kelistrikan yang melanggar Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Fahmy menyatakan power wheeling sesungguhnya merupakan pola unbundling yang diatur dalam UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan. Pola unbundling itu sudah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui keputusan Nomor 111/PUU-XIII/2015 MK memutuskan bahwa unbundling dalam kelistrikan tidak sesuai dengan UUD 1945. Lalu UU itu diganti dengan UU No.30/2009, dengan menghilangkan pasal unbundling.
“Berhubung power wheeling berpotensi merugikan negara dan memberatkan rakyat serta melanggar UUD 1945, UU ketenagalistrikan dan Keputusan MK, penarikan pasal power wheeling dari RUU EBT merupakan langkah yang sangat tepat. Selanjutnya, semua pihak harus ikut mengawal proses pembahasan RUU EBT agar sesuai dengan DIM, sehingga tidak ada lagi penyelundupan pasal siluman serupa dengan power wheeling yang tidak sesuai dengan DIM,” kata Fahmy. (RA)
Komentar Terbaru