JAKARTA – Pemerintah mengakui progress pengembangan dan pembangunan kilang PT Pertamina (Persero) berjalan lambat. Hasilnya dari empat proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan dua New Grass Root Refinery (NGRR) Tuban belum ada satupun yang selesai meski inisiasi program kilang telah dimulai sejak 2015.
Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan salah satu faktor yang membuat progress kilang lambat adalah adanya kekhawatiran kriminalisasi atas keputusan investasi.
Djoko menilai gejolak kekhawatiran itu dialami oleh para direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk Pertamina yang investasi kilangnya sangat besar.
“Sekarang kalau salah memutuskan, diaudit dan diperiksa penegak hukum. Ini kendala para pemimpin BUMN, takut ambil keputusan,” kata Djoko ditemui di Jakarta, Senin (14/10).
Menurut Djoko, dalam praktek pembangunan kilang Pertamina misalnya turut dihitung nilai aset eksisting yang akan disertakan dalam kerja sama dengan mitra.
“Nilai aset sharing nilainya barapa, ada orang iseng nilai sekian tidak sesuai. Jadi harus konsultasi dengan KPK dan lain-lain, ini yang buat ragu direksi BUMN. Ini kendalanya banyak sekali stakeholder yang harus ambil pertimbangan,” ujarnya.
Kriminalisasi industri migas cukup mengkhawatirkan, misalnya apa yang dialami oleh mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan yang telah divonis delapan tahun penjara karena dianggap telah merugikan Pertamina dan keuangan negara dalam investasi Pertamina yang akuisisi saham 10% pada Blok BMG di Australia pada 2009 dari Roc Oil Company Limited (ROC).
Sementara itu, dari enam proyek kilang Pertamina baru satu kilang yang menunjukkan perkembangan cukup signifikan adalah RDMP kilang Balikpapan. Sementara kilang lainnya baru berupa pembahasan administrasi atau kajian desain pembangunan.
Untuk kilang Cilacap sampai sekarang tidak berlanjut karena masih harus menunggu pembahasan valuasi bersama calon mitra Saudi Aramco hingga akhir oktober mendatang.
Selain itu, pembebasan lahan yang merupakan masalah klasik tetap menjadi masalah utama dalam pembangunan kilang. Untuk pembangunan kilang Tuban contohnya, sempat tertunda beberapa bulan lantaran lokasi pembangunan kilang diperkarakan di pengadilan oleh warga pemilik lahan.(RI)
Analisa diatas benar adanya maka saya menyarankan semua keputusansebaiknya melalui agreement G to G shg akan lancar.