JAKARTA – Beban usaha atau biaya produksi PT PLN (Persero) sepanjang tahun lalu naik sebesar 8,8%. Diakui kenaikan ini diakibatkan oleh melonjaknya konsumsi dan harga bahan bakar serta pelumas, yang semua itu berada diluar kontrol PLN.
Demikian seperti diungkapkan dalam Laporan Keuangan Tahun 2013 PLN, yang dirilis pada Rabu, 5 Maret 2014. Disebutkan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Osman Bing Satrio & Eny, yang merupakan afiliasi dari Deloitte Touche Tohmatsu Limited, dengan pendapat wajar tanpa pengecualian.
Dari laporan keuangan itu terlihat, pertumbuhan pendapatan usaha PLN pada 2013 lebih tinggi dibanding kenaikan biaya. Pendapatan usaha PLN pada 2013 naik sebesar 10,6% menjadi Rp 257,4 triliun, dibandingkan 2012 sebesar Rp 232,7 triliun. Namun beban usaha atau biaya produksi naik 8,8% yakni sebesar Rp 220,9 triliun, dibandingkan biaya produksi 2012 yang hanya Rp 203,1 triliun.
PLN dalam laporan keuangannya itu mengaku, sudah melakukan kontrol terhadap biaya operasi. Terbukti, biaya administrasi dan umum yang merupakan controllable cost (biaya yang dapat dikontrol, red) hanya naik 5,7% dari Rp.5,2 triliun pada 2012 menjadi Rp.5,5 triliun pada 2013. Selebihnya, kenaikan biaya produksi diakibatkan oleh peningkatan konsumsi dan harga bahan bakar serta pelumas, yang berada diluar kontrol PLN.
Dijelaskan, peningkatan pendapatan usaha di 2013 berasal dari perpaduan antara kenaikan volume penjualan tenaga listrik dan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) yang diberlakukan bertahap setiap triwulan mulai pemakaian Januari 2013. Kenaikan volume penjualan diyakini sebagai akibat pertumbuhan ekonomi nasional, yang berdampak pada penambahan 3,8 juta pelanggan baru listrik PLN.
“Penambahan jumlah pelanggan sebesar itu, merupakah upaya yang luar biasa dari Perseroan dalam melayani kebutuhan listrik kepada masyarakat, dimana sampai dengan akhir 2013 total pelanggan Perseroan telah mencapai 54 juta,” sebut PLN dalam rilis laporan keuangannya.
Laba Tergerus Kurs dan Bunga
Disebutkan pula, laba usaha PLN pada 2013 naik sebesar Rp 7 triliun, atau naik 23,5%. Laba bersih PLN pada 2012 sebesar Rp 29,5 triliun, sedangkan pada 2013 mencapai Rp 36,5 triliun. Di sisi lain, laba bersih PLN mengalami penurunan sebesar Rp 32,8 triliun. Tercatat, pada 2012 PLN berhasil meraup laba bersih Rp 3,2 triliun. Namun pada 2013 mengalami rugi sebesar Rp 29,6 triliun.
Diterangkan, penurunan laba bersih ini terutama disebabkan oleh peningkatan rugi selisih kurs atas penjabaran liabilitas moneter dalam mata uang asing yang bersifat non cash sebesar Rp 42,2 triliun, dan peningkatan beban bunga sebesar Rp.5,5 triliun.
Peningkatan rugi selisih kurs sebesar Rp 42,2 triliun tersebut, kata PLN, disebabkan oleh melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) sebesar 20,7%, dan 3,6% terhadap Yen. Hal ini menyebabkan nilai utang PLN dan utang sewa pembiayaan atas penerapan ISAK 8 terhadap transaksi dengan Independent Power Producer (IPP) yang didominasi oleh pinjaman valas (valuta asing) meningkat secara tajam.
Meski demikian, EBITDA PLN di 2013 disebutkan mengalami peningkatan sebesar 16,9%, dari Rp 52,1 triliun pada 2012, menjadi Rp 60,9 triliun pada 2013.
Dari laporan posisi keuangan, tercatat jumlah aset tidak lancar mengalami peningkatan 8,3% menjadi Rp 511 triliun pada 2013, dari sebelumnya Rp 472,1 triliun pada 31 Desember 2012. Peningkatan aset didorong oleh investasi PLN pada proyek kelistrikan, berupa proyek pembangkit dan transmisi.
Adapun aset lancar, disebutkan naik 9,7% menjadi Rp 84,8 triliun pada 2013, dari sebelumnya Rp 77,3 triliun pada 2012. Sehingga total jumlah aset PLN pada akhir 2013 adalah Rp 595,9 triliun, atau naik 8,5% dibandingkan investasi hingga 31 Desember 2012 sebesar Rp 549,4 triliun.
(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)
Komentar Terbaru