JAKARTA – PT Perusahaan Listrik Negara Energi Primer Indonesia (PLN EPI) terus memperkuat rantai pasok biomassa.
Iwan Agung Firstantara, Direktur Utama PT PLN EPI, menyatakan bahwa PLN EPI tengah mengimplementasikan program co-firing, yaitu substitusi batu bara dengan biomassa pada rasio tertentu.
“Indonesia memiliki potensi besar dalam menghasilkan biomassa. Pada tahun 2021, PLN Group telah menggunakan 250.000 metrik ton biomassa untuk co-firing PLTU. Tahun 2022, jumlah ini naik menjadi 500.000 metrik ton, dan pada tahun 2023 mencapai lebih dari 1.000.000 metrik ton. Tahun ini, target kami adalah menyediakan 2,2 juta ton,” kata Iwan, Dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Risiko, Tantangan, dan Mitigasi pada Tatanan Rantai Pasok dan Komponen Pembentuk Harga Batu Bara dan Biomassa serta Energi Baru Terbarukan (EBT) Lainnya pekan lalu di Semarang.
Pemanfaatan biomassa untuk co-firing dan pengganti batu bara mendapat dukungan dari Kementerian ESDM.
Edi Wibowo, Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, menjelaskan bahwa Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2023 tentang “Pemanfaatan Bahan Bakar Biomassa Sebagai Campuran Bahan Bakar Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap” telah diterbitkan untuk memberikan payung hukum penggunaan biomassa.
“Peraturan ini masih menunggu harmonisasi dengan Peraturan Menteri Keuangan yang sementara dalam proses untuk direvisi,” tambahnya.
Kementerian Keuangan juga memberikan dukungan penuh terhadap program co-firing. Hilman Qomarsono, Kepala Seksi Risiko Pinjaman pada BUMN Direktorat PRKNDJPPR, menyatakan bahwa Menteri Keuangan telah memberikan arahan untuk mendukung secara maksimal pengembangan ekosistem biomassa.
Nani Hendiarti, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, menambahkan bahwa co-firing dan pemanfaatan biomassa turut meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan.
“Ketersediaan biomassa yang cukup banyak, jika dikelola dengan baik, dapat menjadi sumber energi untuk program co-firing dan menciptakan lapangan pekerjaan,” katanya.
Dalam diskusi ini, perwakilan dari PT Elektrika Konstruksi Nusantara Kalimantan Barat, Novariandi, menjelaskan bahwa pabriknya terus beroperasi dengan menyerap tenaga kerja lokal untuk mengolah tandan kosong kelapa sawit menjadi pelet tankos yang disuplai ke PLTU.
Roeswandi, Komisaris PT Solusi Hutama Mahesa, menambahkan bahwa biomassa memberikan peluang bagi masyarakat sekitar PLTU untuk terlibat dalam bisnis ini.
Widi Pancono, Wakil Ketua IV Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI), menegaskan bahwa pihaknya tidak hanya menebang pohon karet tua untuk biomassa, tetapi juga menyiapkan tanaman pengganti.
Sementara itu, Sarjiya, Kepala Pusat Studi Energi UGM, menyoroti pentingnya pertimbangan harga dalam pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).
Firly Rachmaditya Baskoro dari Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri ITB, menyatakan bahwa batu bara masih menjadi sumber energi primer dengan ketersediaan yang cukup untuk lebih dari 50 tahun.
Arief Amir Rahman Setiawan dari Sekretariat Indonesian Life Cycle Assessment Network (ILCAN) dan BRIN, menekankan dampak global warming pada rotasi bumi. Ia menilai pentingnya energi berkelanjutan untuk mengurangi pemanasan global.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, juga menekankan pentingnya transisi energi menuju penggunaan energi hijau.
“Tujuan revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) adalah memberikan arah dalam upaya mewujudkan kebijakan Pengelolaan Energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, keterpaduan, efisiensi, produktivitas, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya Kemandirian Energi nasional, Ketahanan Energi nasional, dan pemenuhan komitmen Indonesia dalam Dekarbonisasi,” ujarnya.
Djoko menambahkan bahwa optimalisasi pemanfaatan biomassa melalui program co-firing dapat menjadi strategi yang efektif dalam mengurangi ketergantungan pada batu bara dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan. (RI)
Komentar Terbaru